Meskipun menuai komentar beragam dari para penontonnya, “The Amazing Spider-Man 2” (2014) tetap tampil solid sebagai film pembuka musim panas Hollywood tahun ini. Selain menampilkan kisah cinta yang manis antara Peter Parker (Andrew Garfield) dan Gwen Stacy (Emma Stone), “The Amazing Spider-Man 2” juga menampilkan adegan aksi yang lebih besar dari film pertamanya, serta lebih banyak sosok penjahat. Ingin tahu kisah unik apa saja yang ada di balik pembuatan film superhero ini? Berikut adalah sepuluh trivia film “The Amazing Spider-Man 2” yang dikutip dari berjambang.blogspot.com
1. New York
Spider-Man adalah ikon yang sangat identik dengan kota New York. Untuk membawa nuansa kota ini ke dalam filmnya, sang sutradara, Marc Webb, sengaja membuat New York menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari “The Amazing Spider-Man 2”. Hebatnya, “The Amazing Spider-Man 2” adalah satu-satunya film dari seluruh franchise Spider-Man yang syuting sepenuhnya di kota New York.
Selain syuting di New York City dan Rochester, “The Amazing Spider-Man 2” juga disyuting di Brooklyn dan Long Island–di mana film ini membangun set Times Square berskala besar yang dibuat di sebuah lapangan parkir. Untuk membuat menara Oscorp, kru film ini menggunakan Hearst Building. Selain lokasi-lokasi ini, kru filmnya juga syuting di Lincoln Center, Bensonhurst, Flatiron District, Union Square, Park Avenue, Chelsea, Upper East Side, DUMBO, Financial District, Throgs Neck, East River Park, Windsor Terrace, sampai Chinatown.
2. Menyewa Komedian
Salah satu perbedaan terbesar antara Spider-Man baru dan lama adalah nuansa komedi yang lebih kental dalam versi Spider-Man milik Andrew Garfield. Untuk menyalurkan selera humor Spider-Man yang khas dalam “The Amazing Spider-Man 2”, timnya menyewa seorang konsultan untuk mengembangkan gaya bercanda Peter Parker dari segi fisik, sehingga tindakan dan celotehnya menyatu dengan pas, dan tidak hanya jadi aksi konyol semata.
Dari segi verbal, Spider-Man juga dipersenjatai dengan komentar-komentar kocak yang dilontarkannya dengan spontan saat bertemu para penjahat di kota New York. Tetapi, dialog-dialog lucu ini tidak hadir tanpa persiapan matang. Sebelum lelucon Spider-Man akhirnya tampil di layar lebar, sejumlah komedian pecinta Spider-Man dan film-film superhero dikumpulkan untuk menghasilkan kalimat-kalimat jenaka yang nantinya akan diutarakan oleh Andrew Garfield.
“Kami melakukan sesuatu yang terkadang dilakukan film komedi besar, yaitu kami mengadakan pertemuan bersama para komedian dan kami hanya perlu membuat mereka mengeluarkan lelucon-lelucon,” kata Webb dalam wawancaranya dengan ScreenCrave. “Kami akan mencoba lelucon ini dengan Andrew dan melihat mana yang bisa dipakai. Jadi di awal prosesnya kami mengumpulkan beberapa komedian terbaik … Anda tidak boleh tahu siapa saja orang-orang ini, tetapi mereka adalah komedian hebat dan brilian–dan banyak dari mereka adalah penggemar komik–dan mereka membantu kami untuk mengumpulkan gurauan dan lelucon pendek, serta ejekan yang semuanya merupakan bagian dari dunia Spider-Man.”
3. Syuting Gerilya
Ketika penonton menyaksikan adegan perkelahian Electro (Jamie Foxx) melawan Spider-Man di Times Square, tentu banyak yang mengira bahwa adegan ini sebagian besar dilakukan di layar hijau yang kemudian ditambahkan dengan efek CGI. Tetapi, Webb yang punya latar belakang membuat film independen dan video musik ternyata lebih memilih kombinasi syuting di lokasi besar yang menghadirkan Times Square tiruan dalam skala besar, ditambah syuting diam-diam di lokasi aslinya tanpa melibatkan banyak kru.
“Kami syuting dua atau tiga malam di Times Square. Dan dalam film seharga 200 juta dolar ini, kami datang berlari dari dalam sebuah van, dengan gaya gerilya, bersama Jamie Foxx dan membawa-bawa kamera lalu syuting di antara orang-orang. Rasanya seperti kembali ke zaman dulu saat membuat video musik. Tetapi, kemudian kami membuat versi besar dari Times Square di Long Island, dan kami menghabiskan tiga setengah minggu syuting di stage yang kami bangun ini. Jadi ini adalah gabungan dari pembuatan film dalam skala yang sangat besar dan juga gaya gerilya,” terang sang sutradara pada Examiner.
4. Kulit Electro
Untuk menciptakan tampilan Electro yang spesial, tim dari Sony Pictures Imageworks yang dipimpin oleh sang VFX supervisor, Jerome Chen, mendapat inspirasi dari gambar sebuah tengkorak yang di baliknya dipasangi senter. “Marc selalu berkata, ‘Ia [Electro] perlu berpendar.’ Atas petunjuk Marc, kami mulai mencari gambar-gambar fenomena elektrik. Hampir tanpa sengaja, kami menemukan gambar sebuah tengkorak yang dipasangi dengan senter—ada pendaran yang muncul dari dalamnya. Dan di situlah kami kemudian mulai mengeksplorasi—listriknya tidak hanya ada di permukaan kulitnya, tetapi ada dalam dirinya—listrik menjadi darahnya. Ia adalah entitas elektrik, dibungkus dengan daging. Listrik yang ada dalam kulitnya memancarkan cahayanya ke permukaan kulitnya,” ujar Chen.
Untuk menciptakan kulit Electro yang biru transparan, KNB EFX Group yang dipimpin Greg Nicotero, serta SFX make-up artist, Howard Berger, menciptakan lapisan kulit dari silikon yang terdiri dari dua puluh satu bagian. Keseluruhan bagian ini lalu ditempelkan pada Jamie Foxx serta pemeran penggantinya setiap kali mereka syuting sebagai Electro.
5. Green Goblin
Untuk berubah dari Harry Osborn menjadi Green Goblin, sang pemeran, Dane DeHaan, harus didandani lebih dari tiga jam setiap kali akan syuting filmnya. Meski bentuk dari Green Goblin dalam film “The Amazing Spider-Man 2” dan komiknya punya perbedaan, ada beberapa hal yang dijadikan rujukan untuk memberi penghormatan pada sosok Green Goblin versi komik.
“Saya mengenakan beberapa prostetik—telinga dan ujung hidung—tetapi yang paling utama adalah koreng dan luka individual yang kami pilih secara spesifik. Saya juga mengenakan gigi palsu dan lensa kontak—ia jadi punya senyuman Goblin yang mengancam dan mata yang besar. Bentuk dari rambut saya merupakan bentuk penghormatan pada tudung warna ungu yang dikenakan Green Goblin di komik,” kata DeHaan dalam catatan produksi filmnya.
Adegan transformasi Harry Osborn yang merupakan salah satu adegan paling menyeramkan dalam film ini menurut DeHaan ternyata sudah sedikit dipotong, karena aslinya, adegan yang ada jauh lebih gelap. Selain menampilkan pertumbuhan kuku-kukunya yang drastis, tadinya ada adegan di mana gigi Harry memanjang dan ia kemudian menghancurkannya.
6. Rhino
Walaupun kostumnya dibuat dari CGI, Sony Pictures Imageworks ingin memastikan bahwa tampilan Paul Giamatti sebagai Rhino terlihat natural saat berada di dalam kostum mekanisnya. Karena itu, meski bagian luar kostumnya terdiri dari 2.295 geometri CG, termasuk 263 bagian-bagian kecil, saat syuting di luar ruangan, Giamatti sengaja dimasukkan dalam sebuah unit bergerak setinggi lebih dari 3,5 meter. Selain untuk memastikan bahwa cahaya di wajah Giamatti terlihat natural, Marc Webb juga ingin agar saat Spider-Man dan Rhino saling memandang, derajat ketinggian mata keduanya terlihat akurat.
7. Kostum Spider-Man
Meski dalam setiap filmnya Spider-Man selalu mengenakan kostum yang kelihatannya sama, sebenarnya selalu ada sedikit perubahan dari segi desain. Dalam film pertamanya, “The Amazing Spider-Man” (2012), Marc Webb mengambil keputusan untuk membuat kostum yang praktis dan masih masuk akal dibuat oleh Peter Parker yang masih SMA. Dalam sekuelnya, Webb memutuskan untuk kembali ke akar dan meminta sang desainer kostum, Deborah Lynn Scott, untuk merujuk rancangan yang ada di komiknya, termasuk, membuatnya terlihat lebih biru.
“Di film pertama, saya ingin memperlakukan kostumnya dengan sangat realistis–seakan seperti kita bertanya, ‘Bagaimana kalau yang membuat kostum ini adalah anak muda?’ Kami menggunakan kain dan desain yang dapat diakses oleh seorang anak yang tinggal di Queens. Sebagai contoh, matanya–mereka benar-benar dibuat dari kacamata hitam, karena itulah bahan yang akan dia temukan. Kali ini, kami ingin merangkul apa yang mereka sudah lakukan di komik–elemen familiar yang hangat serta ikonis yang kita kenal dari Spider-Man,” kata Webb dalam catatan produksi filmnya. “Dan lagi-lagi, matanya adalah sebuah bagian penting–kali ini Anda dapat melihat seberapa besar dan ramah kedua matanya. Ketika orang-orang berinteraksi dengan kostum tersebut, ada perasaan yang hangat, aman, sebuah koneksi yang dimiliki oleh orang-orang–dan saya pikir ini ada hubungannya dengan matanya.”
8. Ciuman Spontan
Salah satu hal yang paling disukai penonton dari franchise Spider-Man arahan Marc Webb adalah penampilan Andrew Garfield dan Emma Stone yang sangat solid sebagai sepasang kekasih. Dengan dua orang yang sudah sangat nyaman dengan satu sama lain ini, tak sulit bagi Webb untuk mengarahkan keduanya, dan banyak juga adegan yang terjadi tanpa direncanakan. Salah satunya adalah adegan ciuman antara Peter Parker dengan Gwen Stacy di podium saat upacara kelulusan SMA mereka.
“Oh, ciumannya tidak ada di naskah. Saya tidak tahu kalau saya bakal melakukannya,” kata Garfield dalam wawancaranya dengan Den of Geek. “Saya hanya berpikir, ‘Aku baru saja melewatkan pidato lulusan terbaik dari pacarku. Bagaimana aku dapat menebus kesalahan ini padanya?’ Lalu saya berpikir, ‘Aku sudah lulus. Aku tidak peduli dengan tempat ini, dan persetan dengan semua orang yang hadir. Jadi aku akan masuk ke sana dan bersenang senang. Dan juga membuat pacarku malu!’”
9. Menghargai Waktu
Mungkin tidak banyak yang sadar bahwa tema utama dari “The Amazing Spider-Man 2” adalah waktu. Tak hanya masuk dalam dialog, tema ini juga diaplikasikan secara visual dalam berbagai bentuk, baik dari benda maupun lokasi. Ternyata, cara ini diambil oleh Marc Webb untuk mempersiapkan Spider-Man untuk menghadapi bagian akhir dari filmnya–sesuatu yang sudah diketahui oleh para pembaca komiknya–yang tentu saja tidak terelakkan.
“Kami hadir dengan ide mengenai waktu dan bagaimana menghargai waktu yang kita punya bersama orang-orang yang kita cintai, dan itulah kenapa adegan pertama dari filmnya adalah tampilan sebuah jam ketika jarumnya sedang bergerak, dan kalimat pertama dari filmnya adalah, ‘Aku berharap aku punya lebih banyak waktu,’” kata Webb pada Latino Review. “Ini adalah eksplorasi yang sangat disengaja dari motif tersebut, karena berurusan dengan kejadian ini sangat penting, dan saya tadinya tidak paham kenapa ini penting. Saya paham bahwa ini adalah sebuah momen provokatif dalam komiknya, tetapi kami berusaha untuk mencari makna yang kami buat sendiri di dalamnya.”
10. Shailene Woodley
Awalnya, ada rencana bahwa “The Amazing Spider-Man 2” akan menampilkan sekilas karakter Mary Jane Watson yang diperankan oleh Shailene Woodley. Tetapi, dalam hasil akhirnya, Mary Jane tidak muncul sama sekali. Apa yang membuat Webb memotong total bagian Woodley dari film?
“Shailene sangat fantastis, tetapi ini adalah sesuatu yang sangat sederhana: sangat jelas bahwa film ini adalah tentang Peter dan Gwen, dan rasanya salah untuk memperkenalkan elemen lain yang orang sudah tahu akan punya kemungkinan yang mengarah pada hubungan romantis. Tetapi ini bukanlah sebuah cinta segitiga. Ini cuma Peter melihat Mary Jane sekali atau dua kali di rumah sebelah. Shai hanya ada di sana beberapa hari dan perannya sangat kecil,” ungkap Webb pada The Daily Beast. “Ia sangat santai dengan hal ini dan memahaminya, bahkan ia justru semacam menganjurkannya.”
Meskipun menuai komentar beragam dari para penontonnya, “The Amazing Spider-Man 2” (2014) tetap tampil solid sebagai film pembuka musim panas Hollywood tahun ini. Selain menampilkan kisah cinta yang manis antara Peter Parker (Andrew Garfield) dan Gwen Stacy (Emma Stone), “The Amazing Spider-Man 2” juga menampilkan adegan aksi yang lebih besar dari film pertamanya, serta lebih banyak sosok penjahat. Ingin tahu kisah unik apa saja yang ada di balik pembuatan film superhero ini? Berikut adalah sepuluh trivia film “The Amazing Spider-Man 2” yang dikutip dari berjambang.blogspot.com
1. New York
Spider-Man adalah ikon yang sangat identik dengan kota New York. Untuk membawa nuansa kota ini ke dalam filmnya, sang sutradara, Marc Webb, sengaja membuat New York menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari “The Amazing Spider-Man 2”. Hebatnya, “The Amazing Spider-Man 2” adalah satu-satunya film dari seluruh franchise Spider-Man yang syuting sepenuhnya di kota New York.
Selain syuting di New York City dan Rochester, “The Amazing Spider-Man 2” juga disyuting di Brooklyn dan Long Island–di mana film ini membangun set Times Square berskala besar yang dibuat di sebuah lapangan parkir. Untuk membuat menara Oscorp, kru film ini menggunakan Hearst Building. Selain lokasi-lokasi ini, kru filmnya juga syuting di Lincoln Center, Bensonhurst, Flatiron District, Union Square, Park Avenue, Chelsea, Upper East Side, DUMBO, Financial District, Throgs Neck, East River Park, Windsor Terrace, sampai Chinatown.
Selain syuting di New York City dan Rochester, “The Amazing Spider-Man 2” juga disyuting di Brooklyn dan Long Island–di mana film ini membangun set Times Square berskala besar yang dibuat di sebuah lapangan parkir. Untuk membuat menara Oscorp, kru film ini menggunakan Hearst Building. Selain lokasi-lokasi ini, kru filmnya juga syuting di Lincoln Center, Bensonhurst, Flatiron District, Union Square, Park Avenue, Chelsea, Upper East Side, DUMBO, Financial District, Throgs Neck, East River Park, Windsor Terrace, sampai Chinatown.
2. Menyewa Komedian
Salah satu perbedaan terbesar antara Spider-Man baru dan lama adalah nuansa komedi yang lebih kental dalam versi Spider-Man milik Andrew Garfield. Untuk menyalurkan selera humor Spider-Man yang khas dalam “The Amazing Spider-Man 2”, timnya menyewa seorang konsultan untuk mengembangkan gaya bercanda Peter Parker dari segi fisik, sehingga tindakan dan celotehnya menyatu dengan pas, dan tidak hanya jadi aksi konyol semata.
Dari segi verbal, Spider-Man juga dipersenjatai dengan komentar-komentar kocak yang dilontarkannya dengan spontan saat bertemu para penjahat di kota New York. Tetapi, dialog-dialog lucu ini tidak hadir tanpa persiapan matang. Sebelum lelucon Spider-Man akhirnya tampil di layar lebar, sejumlah komedian pecinta Spider-Man dan film-film superhero dikumpulkan untuk menghasilkan kalimat-kalimat jenaka yang nantinya akan diutarakan oleh Andrew Garfield.
“Kami melakukan sesuatu yang terkadang dilakukan film komedi besar, yaitu kami mengadakan pertemuan bersama para komedian dan kami hanya perlu membuat mereka mengeluarkan lelucon-lelucon,” kata Webb dalam wawancaranya dengan ScreenCrave. “Kami akan mencoba lelucon ini dengan Andrew dan melihat mana yang bisa dipakai. Jadi di awal prosesnya kami mengumpulkan beberapa komedian terbaik … Anda tidak boleh tahu siapa saja orang-orang ini, tetapi mereka adalah komedian hebat dan brilian–dan banyak dari mereka adalah penggemar komik–dan mereka membantu kami untuk mengumpulkan gurauan dan lelucon pendek, serta ejekan yang semuanya merupakan bagian dari dunia Spider-Man.”
Salah satu perbedaan terbesar antara Spider-Man baru dan lama adalah nuansa komedi yang lebih kental dalam versi Spider-Man milik Andrew Garfield. Untuk menyalurkan selera humor Spider-Man yang khas dalam “The Amazing Spider-Man 2”, timnya menyewa seorang konsultan untuk mengembangkan gaya bercanda Peter Parker dari segi fisik, sehingga tindakan dan celotehnya menyatu dengan pas, dan tidak hanya jadi aksi konyol semata.
Dari segi verbal, Spider-Man juga dipersenjatai dengan komentar-komentar kocak yang dilontarkannya dengan spontan saat bertemu para penjahat di kota New York. Tetapi, dialog-dialog lucu ini tidak hadir tanpa persiapan matang. Sebelum lelucon Spider-Man akhirnya tampil di layar lebar, sejumlah komedian pecinta Spider-Man dan film-film superhero dikumpulkan untuk menghasilkan kalimat-kalimat jenaka yang nantinya akan diutarakan oleh Andrew Garfield.
“Kami melakukan sesuatu yang terkadang dilakukan film komedi besar, yaitu kami mengadakan pertemuan bersama para komedian dan kami hanya perlu membuat mereka mengeluarkan lelucon-lelucon,” kata Webb dalam wawancaranya dengan ScreenCrave. “Kami akan mencoba lelucon ini dengan Andrew dan melihat mana yang bisa dipakai. Jadi di awal prosesnya kami mengumpulkan beberapa komedian terbaik … Anda tidak boleh tahu siapa saja orang-orang ini, tetapi mereka adalah komedian hebat dan brilian–dan banyak dari mereka adalah penggemar komik–dan mereka membantu kami untuk mengumpulkan gurauan dan lelucon pendek, serta ejekan yang semuanya merupakan bagian dari dunia Spider-Man.”
3. Syuting Gerilya
Ketika penonton menyaksikan adegan perkelahian Electro (Jamie Foxx) melawan Spider-Man di Times Square, tentu banyak yang mengira bahwa adegan ini sebagian besar dilakukan di layar hijau yang kemudian ditambahkan dengan efek CGI. Tetapi, Webb yang punya latar belakang membuat film independen dan video musik ternyata lebih memilih kombinasi syuting di lokasi besar yang menghadirkan Times Square tiruan dalam skala besar, ditambah syuting diam-diam di lokasi aslinya tanpa melibatkan banyak kru.
“Kami syuting dua atau tiga malam di Times Square. Dan dalam film seharga 200 juta dolar ini, kami datang berlari dari dalam sebuah van, dengan gaya gerilya, bersama Jamie Foxx dan membawa-bawa kamera lalu syuting di antara orang-orang. Rasanya seperti kembali ke zaman dulu saat membuat video musik. Tetapi, kemudian kami membuat versi besar dari Times Square di Long Island, dan kami menghabiskan tiga setengah minggu syuting di stage yang kami bangun ini. Jadi ini adalah gabungan dari pembuatan film dalam skala yang sangat besar dan juga gaya gerilya,” terang sang sutradara pada Examiner.
Ketika penonton menyaksikan adegan perkelahian Electro (Jamie Foxx) melawan Spider-Man di Times Square, tentu banyak yang mengira bahwa adegan ini sebagian besar dilakukan di layar hijau yang kemudian ditambahkan dengan efek CGI. Tetapi, Webb yang punya latar belakang membuat film independen dan video musik ternyata lebih memilih kombinasi syuting di lokasi besar yang menghadirkan Times Square tiruan dalam skala besar, ditambah syuting diam-diam di lokasi aslinya tanpa melibatkan banyak kru.
“Kami syuting dua atau tiga malam di Times Square. Dan dalam film seharga 200 juta dolar ini, kami datang berlari dari dalam sebuah van, dengan gaya gerilya, bersama Jamie Foxx dan membawa-bawa kamera lalu syuting di antara orang-orang. Rasanya seperti kembali ke zaman dulu saat membuat video musik. Tetapi, kemudian kami membuat versi besar dari Times Square di Long Island, dan kami menghabiskan tiga setengah minggu syuting di stage yang kami bangun ini. Jadi ini adalah gabungan dari pembuatan film dalam skala yang sangat besar dan juga gaya gerilya,” terang sang sutradara pada Examiner.
4. Kulit Electro
Untuk menciptakan tampilan Electro yang spesial, tim dari Sony Pictures Imageworks yang dipimpin oleh sang VFX supervisor, Jerome Chen, mendapat inspirasi dari gambar sebuah tengkorak yang di baliknya dipasangi senter. “Marc selalu berkata, ‘Ia [Electro] perlu berpendar.’ Atas petunjuk Marc, kami mulai mencari gambar-gambar fenomena elektrik. Hampir tanpa sengaja, kami menemukan gambar sebuah tengkorak yang dipasangi dengan senter—ada pendaran yang muncul dari dalamnya. Dan di situlah kami kemudian mulai mengeksplorasi—listriknya tidak hanya ada di permukaan kulitnya, tetapi ada dalam dirinya—listrik menjadi darahnya. Ia adalah entitas elektrik, dibungkus dengan daging. Listrik yang ada dalam kulitnya memancarkan cahayanya ke permukaan kulitnya,” ujar Chen.
Untuk menciptakan kulit Electro yang biru transparan, KNB EFX Group yang dipimpin Greg Nicotero, serta SFX make-up artist, Howard Berger, menciptakan lapisan kulit dari silikon yang terdiri dari dua puluh satu bagian. Keseluruhan bagian ini lalu ditempelkan pada Jamie Foxx serta pemeran penggantinya setiap kali mereka syuting sebagai Electro.
Untuk menciptakan kulit Electro yang biru transparan, KNB EFX Group yang dipimpin Greg Nicotero, serta SFX make-up artist, Howard Berger, menciptakan lapisan kulit dari silikon yang terdiri dari dua puluh satu bagian. Keseluruhan bagian ini lalu ditempelkan pada Jamie Foxx serta pemeran penggantinya setiap kali mereka syuting sebagai Electro.
5. Green Goblin
Untuk berubah dari Harry Osborn menjadi Green Goblin, sang pemeran, Dane DeHaan, harus didandani lebih dari tiga jam setiap kali akan syuting filmnya. Meski bentuk dari Green Goblin dalam film “The Amazing Spider-Man 2” dan komiknya punya perbedaan, ada beberapa hal yang dijadikan rujukan untuk memberi penghormatan pada sosok Green Goblin versi komik.
“Saya mengenakan beberapa prostetik—telinga dan ujung hidung—tetapi yang paling utama adalah koreng dan luka individual yang kami pilih secara spesifik. Saya juga mengenakan gigi palsu dan lensa kontak—ia jadi punya senyuman Goblin yang mengancam dan mata yang besar. Bentuk dari rambut saya merupakan bentuk penghormatan pada tudung warna ungu yang dikenakan Green Goblin di komik,” kata DeHaan dalam catatan produksi filmnya.
Adegan transformasi Harry Osborn yang merupakan salah satu adegan paling menyeramkan dalam film ini menurut DeHaan ternyata sudah sedikit dipotong, karena aslinya, adegan yang ada jauh lebih gelap. Selain menampilkan pertumbuhan kuku-kukunya yang drastis, tadinya ada adegan di mana gigi Harry memanjang dan ia kemudian menghancurkannya.
“Saya mengenakan beberapa prostetik—telinga dan ujung hidung—tetapi yang paling utama adalah koreng dan luka individual yang kami pilih secara spesifik. Saya juga mengenakan gigi palsu dan lensa kontak—ia jadi punya senyuman Goblin yang mengancam dan mata yang besar. Bentuk dari rambut saya merupakan bentuk penghormatan pada tudung warna ungu yang dikenakan Green Goblin di komik,” kata DeHaan dalam catatan produksi filmnya.
Adegan transformasi Harry Osborn yang merupakan salah satu adegan paling menyeramkan dalam film ini menurut DeHaan ternyata sudah sedikit dipotong, karena aslinya, adegan yang ada jauh lebih gelap. Selain menampilkan pertumbuhan kuku-kukunya yang drastis, tadinya ada adegan di mana gigi Harry memanjang dan ia kemudian menghancurkannya.
6. Rhino
Walaupun kostumnya dibuat dari CGI, Sony Pictures Imageworks ingin memastikan bahwa tampilan Paul Giamatti sebagai Rhino terlihat natural saat berada di dalam kostum mekanisnya. Karena itu, meski bagian luar kostumnya terdiri dari 2.295 geometri CG, termasuk 263 bagian-bagian kecil, saat syuting di luar ruangan, Giamatti sengaja dimasukkan dalam sebuah unit bergerak setinggi lebih dari 3,5 meter. Selain untuk memastikan bahwa cahaya di wajah Giamatti terlihat natural, Marc Webb juga ingin agar saat Spider-Man dan Rhino saling memandang, derajat ketinggian mata keduanya terlihat akurat.
7. Kostum Spider-Man
Meski dalam setiap filmnya Spider-Man selalu mengenakan kostum yang kelihatannya sama, sebenarnya selalu ada sedikit perubahan dari segi desain. Dalam film pertamanya, “The Amazing Spider-Man” (2012), Marc Webb mengambil keputusan untuk membuat kostum yang praktis dan masih masuk akal dibuat oleh Peter Parker yang masih SMA. Dalam sekuelnya, Webb memutuskan untuk kembali ke akar dan meminta sang desainer kostum, Deborah Lynn Scott, untuk merujuk rancangan yang ada di komiknya, termasuk, membuatnya terlihat lebih biru.
“Di film pertama, saya ingin memperlakukan kostumnya dengan sangat realistis–seakan seperti kita bertanya, ‘Bagaimana kalau yang membuat kostum ini adalah anak muda?’ Kami menggunakan kain dan desain yang dapat diakses oleh seorang anak yang tinggal di Queens. Sebagai contoh, matanya–mereka benar-benar dibuat dari kacamata hitam, karena itulah bahan yang akan dia temukan. Kali ini, kami ingin merangkul apa yang mereka sudah lakukan di komik–elemen familiar yang hangat serta ikonis yang kita kenal dari Spider-Man,” kata Webb dalam catatan produksi filmnya. “Dan lagi-lagi, matanya adalah sebuah bagian penting–kali ini Anda dapat melihat seberapa besar dan ramah kedua matanya. Ketika orang-orang berinteraksi dengan kostum tersebut, ada perasaan yang hangat, aman, sebuah koneksi yang dimiliki oleh orang-orang–dan saya pikir ini ada hubungannya dengan matanya.”
Meski dalam setiap filmnya Spider-Man selalu mengenakan kostum yang kelihatannya sama, sebenarnya selalu ada sedikit perubahan dari segi desain. Dalam film pertamanya, “The Amazing Spider-Man” (2012), Marc Webb mengambil keputusan untuk membuat kostum yang praktis dan masih masuk akal dibuat oleh Peter Parker yang masih SMA. Dalam sekuelnya, Webb memutuskan untuk kembali ke akar dan meminta sang desainer kostum, Deborah Lynn Scott, untuk merujuk rancangan yang ada di komiknya, termasuk, membuatnya terlihat lebih biru.
“Di film pertama, saya ingin memperlakukan kostumnya dengan sangat realistis–seakan seperti kita bertanya, ‘Bagaimana kalau yang membuat kostum ini adalah anak muda?’ Kami menggunakan kain dan desain yang dapat diakses oleh seorang anak yang tinggal di Queens. Sebagai contoh, matanya–mereka benar-benar dibuat dari kacamata hitam, karena itulah bahan yang akan dia temukan. Kali ini, kami ingin merangkul apa yang mereka sudah lakukan di komik–elemen familiar yang hangat serta ikonis yang kita kenal dari Spider-Man,” kata Webb dalam catatan produksi filmnya. “Dan lagi-lagi, matanya adalah sebuah bagian penting–kali ini Anda dapat melihat seberapa besar dan ramah kedua matanya. Ketika orang-orang berinteraksi dengan kostum tersebut, ada perasaan yang hangat, aman, sebuah koneksi yang dimiliki oleh orang-orang–dan saya pikir ini ada hubungannya dengan matanya.”
8. Ciuman Spontan
Salah satu hal yang paling disukai penonton dari franchise Spider-Man arahan Marc Webb adalah penampilan Andrew Garfield dan Emma Stone yang sangat solid sebagai sepasang kekasih. Dengan dua orang yang sudah sangat nyaman dengan satu sama lain ini, tak sulit bagi Webb untuk mengarahkan keduanya, dan banyak juga adegan yang terjadi tanpa direncanakan. Salah satunya adalah adegan ciuman antara Peter Parker dengan Gwen Stacy di podium saat upacara kelulusan SMA mereka.
“Oh, ciumannya tidak ada di naskah. Saya tidak tahu kalau saya bakal melakukannya,” kata Garfield dalam wawancaranya dengan Den of Geek. “Saya hanya berpikir, ‘Aku baru saja melewatkan pidato lulusan terbaik dari pacarku. Bagaimana aku dapat menebus kesalahan ini padanya?’ Lalu saya berpikir, ‘Aku sudah lulus. Aku tidak peduli dengan tempat ini, dan persetan dengan semua orang yang hadir. Jadi aku akan masuk ke sana dan bersenang senang. Dan juga membuat pacarku malu!’”
“Oh, ciumannya tidak ada di naskah. Saya tidak tahu kalau saya bakal melakukannya,” kata Garfield dalam wawancaranya dengan Den of Geek. “Saya hanya berpikir, ‘Aku baru saja melewatkan pidato lulusan terbaik dari pacarku. Bagaimana aku dapat menebus kesalahan ini padanya?’ Lalu saya berpikir, ‘Aku sudah lulus. Aku tidak peduli dengan tempat ini, dan persetan dengan semua orang yang hadir. Jadi aku akan masuk ke sana dan bersenang senang. Dan juga membuat pacarku malu!’”
9. Menghargai Waktu
Mungkin tidak banyak yang sadar bahwa tema utama dari “The Amazing Spider-Man 2” adalah waktu. Tak hanya masuk dalam dialog, tema ini juga diaplikasikan secara visual dalam berbagai bentuk, baik dari benda maupun lokasi. Ternyata, cara ini diambil oleh Marc Webb untuk mempersiapkan Spider-Man untuk menghadapi bagian akhir dari filmnya–sesuatu yang sudah diketahui oleh para pembaca komiknya–yang tentu saja tidak terelakkan.
“Kami hadir dengan ide mengenai waktu dan bagaimana menghargai waktu yang kita punya bersama orang-orang yang kita cintai, dan itulah kenapa adegan pertama dari filmnya adalah tampilan sebuah jam ketika jarumnya sedang bergerak, dan kalimat pertama dari filmnya adalah, ‘Aku berharap aku punya lebih banyak waktu,’” kata Webb pada Latino Review. “Ini adalah eksplorasi yang sangat disengaja dari motif tersebut, karena berurusan dengan kejadian ini sangat penting, dan saya tadinya tidak paham kenapa ini penting. Saya paham bahwa ini adalah sebuah momen provokatif dalam komiknya, tetapi kami berusaha untuk mencari makna yang kami buat sendiri di dalamnya.”
Mungkin tidak banyak yang sadar bahwa tema utama dari “The Amazing Spider-Man 2” adalah waktu. Tak hanya masuk dalam dialog, tema ini juga diaplikasikan secara visual dalam berbagai bentuk, baik dari benda maupun lokasi. Ternyata, cara ini diambil oleh Marc Webb untuk mempersiapkan Spider-Man untuk menghadapi bagian akhir dari filmnya–sesuatu yang sudah diketahui oleh para pembaca komiknya–yang tentu saja tidak terelakkan.
“Kami hadir dengan ide mengenai waktu dan bagaimana menghargai waktu yang kita punya bersama orang-orang yang kita cintai, dan itulah kenapa adegan pertama dari filmnya adalah tampilan sebuah jam ketika jarumnya sedang bergerak, dan kalimat pertama dari filmnya adalah, ‘Aku berharap aku punya lebih banyak waktu,’” kata Webb pada Latino Review. “Ini adalah eksplorasi yang sangat disengaja dari motif tersebut, karena berurusan dengan kejadian ini sangat penting, dan saya tadinya tidak paham kenapa ini penting. Saya paham bahwa ini adalah sebuah momen provokatif dalam komiknya, tetapi kami berusaha untuk mencari makna yang kami buat sendiri di dalamnya.”
10. Shailene Woodley
Awalnya, ada rencana bahwa “The Amazing Spider-Man 2” akan menampilkan sekilas karakter Mary Jane Watson yang diperankan oleh Shailene Woodley. Tetapi, dalam hasil akhirnya, Mary Jane tidak muncul sama sekali. Apa yang membuat Webb memotong total bagian Woodley dari film?
“Shailene sangat fantastis, tetapi ini adalah sesuatu yang sangat sederhana: sangat jelas bahwa film ini adalah tentang Peter dan Gwen, dan rasanya salah untuk memperkenalkan elemen lain yang orang sudah tahu akan punya kemungkinan yang mengarah pada hubungan romantis. Tetapi ini bukanlah sebuah cinta segitiga. Ini cuma Peter melihat Mary Jane sekali atau dua kali di rumah sebelah. Shai hanya ada di sana beberapa hari dan perannya sangat kecil,” ungkap Webb pada The Daily Beast. “Ia sangat santai dengan hal ini dan memahaminya, bahkan ia justru semacam menganjurkannya.”
“Shailene sangat fantastis, tetapi ini adalah sesuatu yang sangat sederhana: sangat jelas bahwa film ini adalah tentang Peter dan Gwen, dan rasanya salah untuk memperkenalkan elemen lain yang orang sudah tahu akan punya kemungkinan yang mengarah pada hubungan romantis. Tetapi ini bukanlah sebuah cinta segitiga. Ini cuma Peter melihat Mary Jane sekali atau dua kali di rumah sebelah. Shai hanya ada di sana beberapa hari dan perannya sangat kecil,” ungkap Webb pada The Daily Beast. “Ia sangat santai dengan hal ini dan memahaminya, bahkan ia justru semacam menganjurkannya.”
0 komentar:
Posting Komentar