Aspek-Aspek Kependudukan - Aspek-aspek kependudukan meliputi jumlah dan perkembangan, pertumbuhan, persebaran, kepadatan, kualitas, serta mobilitas penduduk.
1. Jumlah dan Perkembangan Penduduk
Jumlah penduduk pada suatu wilayah atau negara pada dasar nya dapat dikelaskan sebagai suatu modal atau beban pembangunan.
Pernyataan ini didasarkan atas kenyataan bahwa jumlah penduduk yang banyak jika disertai dengan kualitas yang memadai baik tingkat kesehatan, pendidikan, maupun kemampuan beradaptasi dengan perkembangan teknologi sangat mendukung terhadap proses pembangunan negara. Namun, jika kondisi yang terjadi sebaliknya maka akan menjadi beban bagi pembangunan dan menjadi suatu hambatan bagi lajunya roda pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan.
Sejarah perkembangan jumlah penduduk Indonesia mulai akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya sejak pencatatan penduduk yang dilaksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1920. Pada saat itu, jumlah penduduk Indonesia sekitar 52,3 juta jiwa. Sepuluh tahun kemudian, yaitu berdasarkan hasil sensus pertama di negeri Indonesia pada 1930, jumlah penduduk berkembang menjadi 60,7 juta jiwa, sedangkan pada 1940 menjadi 70,4 juta jiwa. Data statistik tersebut memperlihatkan bahwa dalam periode 1920–1940 jumlah penduduk Indonesia bertambah sekitar 8 sampai 9 juta jiwa setiap 10 tahun.
Pada periode 1941–1950 pertambahan penduduk di negara Indonesia tidak secepat tahun-tahun sebelumnya. Hal ini berkaitan dengan masa revolusi fisik, di mana penduduk banyak yang meninggal dunia akibat perang. Selain itu, sebagian besar penduduk pria usia produktif banyak yang pergi ke medan perang meninggalkan keluarganya. Akibatnya, proses perkawinan dan reproduksi menjadi berkurang. Hal ini dibuktikan dengan jumlah penduduk pada 1950 mencapai 77,2 juta jiwa. Jadi, dalam sepuluh tahun hanya bertambah sekitar 6,8 juta jiwa.
Periode berikutnya merupakan masa perkembangan penduduk meningkat dengan pesat, yaitu periode 1951–1960. Dalam periode 10 tahun penduduk Indonesia meningkat menjadi 20 juta jiwa, menjadi sekitar 97,2 juta jiwa. Hal ini disebabkan kondisi negara Indonesia yang sudah mulai aman dari perang. Selain itu, tingkat kesehatan penduduk mulai meningkat, baik pelayanan kesehatan maupun pengetahuan penduduk tentang wabah penyakit menular sehingga dapat menekan angka kematian.
Di lain pihak angka kelahiran masih tetap tinggi. Selisih antara kelahiran dan kematian yang sangat mencolok ini mengakibatkan tingkat pertumbuhan yang tinggi dan mengakibatkan fenomena ledakan penduduk (population boom). Fase ini dikenal dengan masa transisi demografi. Masa ini berlangsung sampai sekitar tahun 1970, di mana pertumbuhan penduduk naik hingga 20 juta jiwa.
Untuk mengatasi permasalahan ledakan penduduk, pemerintah mulai menjalankan beberapa program, yaitu sebagai berikut.
a. Program Keluarga Berencana (KB), melalui program Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS), yang terdiri atas suami, istri, dan dua orang anak.
b. Menentukan batas terendah usia perkawinan pertama, yaitu bagi perempuan berusia 19 tahun dan laki-laki 21 tahun sehingga kemung kinan memiliki anak lebih banyak dapat ditekan.
c. Menambah jumlah fasilitas pendidikan sekolah sehingga dapat menunda usia perkawinan.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik tahun 1980, jumlah penduduk Indonesia mencapai 146, 935 juta jiwa. Angka tersebut terus mengalami perubahan. Pada tahun 1990 berkembang menjadi 178,5 juta jiwa dan pada tahun 2010 menjadi 237,56 juta jiwa.
Kenaikan jumlah penduduk ini bukan berarti program penekanan pertumbuhan penduduk Indonesia melalui gerakan Keluarga Berencana (KB) tidak berhasil, namun seperti halnya negara-negara berkembang di dunia sampai saat ini bangsa Indonesia masih berada pada fase transisi demografi. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, jumlah penduduk Indonesia saat ini menempati urutan ke-4 setelah RRC, India, dan Amerika Serikat.
Dari sepuluh negara yang memiliki jumlah penduduk tertinggi di dunia ternyata sebagian besar merupakan negara berkembang, kecuali Amerika Serikat dan Jepang. Hal ini sangat berkaitan dengan komposisi penduduk.
Kebanyakan negara-negara berkembang jumlah penduduknya berstruktur muda dengan bentuk piramida menyerupai kerucut, di mana jumlah penduduk lebih terkonsentrasi pada usia antara 0–19 tahun. Kenyataan ini dapat ditafsirkan bahwa angka kelahiran masih relatif tinggi yang berpengaruh pula pada rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk.
Dalam skala provinsi, di wilayah Indonesia Pulau Jawa memiliki jumlah penduduk yang lebih besar jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi di luar Jawa. Tiga dari lima provinsi yang paling tinggi jumlah penduduknya terletak di Pulau Jawa, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Fenomena ini sangat berkaitan dengan daya dukung lahan Pulau Jawa yang sebagian tanahnya merupakan jenis tanah vulkanis yang subur. Selain itu, latar belakang historis Pulau Jawa merupakan pusat perdagangan kerajaan-kerajaan kuno, dan pusat pemerintahan zaman Hindia Belanda.
Jumlah penduduk senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Terdapat beragam faktor yang menyebabkan perubahan jumlah penduduk. Misalnya, peperangan, wabah penyakit atau epidemi, kelaparan, dan bencana alam. Di lain pihak, kestabilan negara, peningkatan gizi, dan kesehatan dapat mengakibatkan jumlah penduduk cenderung naik.
Fenomena bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk dari waktu ke waktu dalam suatu wilayah tertentu dinamakan dinamika penduduk. Gejala dinamika penduduk dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu kelahiran (fertilitas atau natalitas), kematian (mortalitas), dan perpindahan penduduk (migrasi).
Pertumbuhan penduduk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pertumbuhan penduduk alami dan pertumbuhan penduduk total.
a. Pertumbuhan penduduk alami merupakan kenaikan atau penurunan jumlah penduduk yang diakibatkan oleh selisih jumlah kelahiran dan kematian.
Untuk menghitung kenaikan atau penurunan jumlah penduduk akibat pertumbuhan penduduk alami digunakan rumus sebagai berikut.
Pt = Po + ( L - M )
Adapun persentase pertumbuhan penduduk alami dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Keterangan:
Pt = jumlah penduduk tahun akhir perhitungan
Po = jumlah penduduk tahun awal perhitungan
L = jumlah kelahiran
M = jumlah kematian
% = persentase pertumbuhan penduduk alami
b. Pertumbuhan penduduk total merupakan kenaikan atau penurunan jumlah penduduk yang diakibatkan oleh selisih jumlah kelahiran, kematian, dan migrasi (imigrasi dan emigrasi).
Untuk menghitung kenaikan atau penurunan jumlah penduduk akibat pertumbuhan penduduk total digunakan rumus sebagai berikut.
Pt = Po + ( L - M ) + ( I - E )
Adapun persentase pertumbuhan penduduk total dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Keterangan:
Pt = jumlah penduduk tahun akhir perhitungan
Po = jumlah penduduk tahun awal perhitungan
L = jumlah kelahiran
M = jumlah kematian
I = jumlah imigrasi (penduduk yang masuk ke suatu wilayah)
E = jumlah emigrasi (penduduk yang keluar atau meninggalkan suatu wilayah)
% = persentase pertumbuhan penduduk total.
Selain kedua jenis perhitungan tersebut, ukuran pertumbuhan penduduk dapat ditentukan dengan menggunakan dua cara, yaitu sebagai berikut.
a. Pertumbuhan penduduk eksponensial, dengan rumus sebagai berikut.
b. Pertumbuhan penduduk geometris, dengan rumus sebagai berikut.
Pt = jumlah penduduk tahun akhir perhitungan
Po = jumlah penduduk tahun awal perhitungan
1 = bilangan konstanta geometris
e = bilangan eksponensial, nilainya 2,7182819
r = rata-rata tingkat pertumbuhan pertahun (%)
n = lama waktu perhitungan
Secara umum laju pertumbuhan penduduk Indonesia mulai mengalami penurunan yang cukup tinggi pada dua dekade terakhir ini. Dalam periode 1980–1990 rata-rata pertumbuhan penduduk Indonesia adalah sekitar 1,97% pertahun, sedangkan dalam periode 1990–2000 menurun menjadi 1,49% pertahun. Provinsi yang memiliki tingkat pertumbuhan penduduk tertinggi adalah Riau (4,35%), Papua (3,22%), dan Sulawesi Tenggara (3,15%). Adapun wilayah dengan tingkat pertumbuhan penduduk nya terendah antara lain Maluku (0,08%), DKI Jakarta (0,17%), dan Maluku Utara (0,48%).
Pada pembahasan pertumbuhan penduduk telah dijelaskan sepintas bahwa pertumbuhan penduduk pada suatu wilayah dipengaruhi oleh tiga faktor utama dinamika penduduk, yaitu fertilitas, mortalitas, dan migrasi.
a. Fertilitas
Fertilitas merupakan gambaran mengenai jumlah kelahiran hidup dalam suatu wilayah pada periode waktu tertentu. Fertilitas atau angka kelahiran disebut juga natalitas.
Secara umum angka kelahiran atau fertilitas diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu angka kelahiran kasar, kelahiran umum, dan kelahiran menurut kelompok-kelompok usia.
1) Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate = CBR)
Angka kelahiran kasar, yaitu angka yang menunjukkan banyaknya bayi lahir hidup dari setiap seribu penduduk dalam periode tahun tertentu. Untuk menghitung angka kelahiran kasar digunakan rumus sebagai berikut.
Keterangan:
CBR = angka kelahiran kasar
B = jumlah bayi yang lahir hidup
P = jumlah penduduk
k = konstanta, nilainya 1.000
2) Angka Kelahiran Umum (General Fertility Rate = GFR)
Angka kelahiran umum, yaitu angka yang menunjukkan jumlah komposisi bayi lahir hidup dari setiap seribu penduduk wanita usia reproduksi dalam periode tahun tertentu. Adapun yang dimaksud dengan usia reproduksi adalah usia di mana wanita sudah berpotensi untuk melahirkan, yaitu antara umur 15–49 tahun. Untuk menghitung angka kelahiran kasar digunakan rumus sebagai berikut.
GFR = angka kelahiran umum
B = jumlah bayi yang lahir hidup
Pf (15-49) = jumlah penduduk wanita usia reproduksi
k = konstanta, nilainya 1.000
3) Angka Kelahiran Menurut Kelompok Usia (Age Specific Fertility Rate =ASFR)
Angka kelahiran menurut kelompok usia, yaitu angka yang menunjuk kan banyaknya bayi lahir hidup dari setiap seribu penduduk wanita perkelompok umur pada usia reproduksi dalam periode tahun tertentu. Dalam demografi, interval usia yang biasa digunakan adalah lima tahun. Kelompok-kelompok umur dalam usia reproduksi adalah 15–19, 20–24, 25–29, 30–34, 35–39, 40–44, dan 45–49 tahun.
Untuk menghitung angka kelahiran menurut kelompok usia digunakan rumus sebagai berikut.
Keterangan:
ASFRx = angka kelahiran menurut kelompok usia
Bx = jumlah bayi yang lahir hidup dari penduduk wanita kelompok usia tertentu
Pf = jumlah penduduk wanita usia subur pada kelompok umur tertentu
k = konstanta, nilainya 1.000
Dari ketiga angka kelahiran di atas, tingkat akurasi paling tinggi adalah angka kelahiran menurut kelompok usia. Hal ini dikarenakan dalam perhitungannya mempertimbangkan faktor jenis kelamin, usia reproduksi perkelompok umur, dan banyaknya bayi yang lahir dari tiap penduduk wanita tiap kelompok umur dalam usia reproduksi.
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi tinggi rendahnya tingkat kelahiran pada suatu wilayah, baik yang sifatnya men dukung maupun menghambat. Faktor pendukung angka kelahiran antara lain menikah pada usia muda sehingga berpotensi untuk memiliki anak dalam jumlah yang banyak, anggapan atau kepercayaan sebagian masyarakat bahwa banyak anak banyak rezeki, dan tingginya tingkat kesehatan masyarakat.
Faktor yang menghambat angka kelahiran antara lain ketentuan batas minimal usia perkawinan, penundaan usia perkawinan karena alasan sekolah atau mengutamakan karir terlebih dahulu, dan adanya program KB.
b. Mortalitas
Faktor kedua yang memengaruhi pertumbuhan penduduk adalah angka kematian atau mortalitas. Mortalitas adalah angka yang mem berikan gambaran mengenai jumlah penduduk yang meninggal dunia dalam waktu tertentu dalam tiap seribu penduduk. Banyak faktor yang menyebabkan kematian pen duduk di suatu wilayah. Beberapa di antaranya sebagai berikut.
1) Faktor pendorong, meliputi tingkat kesehatan penduduk yang rendah, fasilitas kesehatan yang kurang memadai, bencana alam, wabah penyakit, dan konflik antarbangsa atau suku bangsa yang menyebabkan terjadinya peperangan.
2) Faktor penghambat, meliputi kualitas kesehatan penduduk yang baik, fasilitas kesehatan yang memadai, kesadaran penduduk akan pentingnya kesehatan tinggi, dan sanitasi yang baik.
Seperti halnya fertilitas, angka kematian dibedakan menjadi tiga, yaitu angka kematian kasar, angka kematian menurut usia dan jenis kelamin, dan angka kematian bayi.
1) Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate = CDR)
Angka kematian kasar menunjukkan banyaknya jumlah penduduk yang meninggal dunia dari tiap-tiap seribu penduduk. Untuk menghitung angka kematian kasar pada suatu wilayah digunakan rumus sebagai berikut.
Keterangan
CDR = angka kematian kasar
D = jumlah penduduk yang meninggal dunia
P = jumlah penduduk
k = konstanta, nilainya 1.000
2) Angka Kematian Menurut Usia (Age Spesific Death Rate = ASDR)
Angka kematian menurut usia menunjukkan jumlah penduduk yang meninggal dunia dari seribu penduduk pada kelompok usia tertentu. Angka kematian menurut kelompok usia dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Keterangan
ASDR = angka kematian menurut kelompok usia
Dx = jumlah penduduk yang meninggal pada kelompok
usia tertentu
Px = jumlah penduduk pada kelompok usia tertentu
k = konstanta, nilainya 1.000
3) Angka Kematian Bayi (Infant Mortality Rate = IMR)
Angka kematian bayi menunjukkan jumlah bayi meninggal dunia dari seribu bayi yang lahir hidup pada periode tahun tertentu. Infant mortality merupakan salah satu indikasi kualitas penduduk, yaitu berhubungan dengan tingkat kesehatan ibu dan anak, pemenuhan gizi keluarga, dan kesiapan fisik saat proses persalinan. Perhitungan angka kematian bayi ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Keterangan:
IMR = angka kematian bayi
Do = jumlah kematian bayi
B = jumlah kelahiran hidup
Penduduk adalah makhluk hidup yang aktif dan senantiasa mencari ruang tempat hidupnya yang sesuai dengan persyaratan hidup organisme. Salah satunya ketersediaan sumber daya alam sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara maksimal. Oleh karena itu, manusia tersebar secara tidak merata di atas permukaan bumi. Daerah iklim tropis sampai lintang sedang merupakan kawasan konsentrasi penduduk di muka bumi.
Hal ini dikarenakan daerah tropis memiliki temperatur udara dan curah hujan yang tinggi. Dapat memberi kan daya dukung optimal bagi kehidupan manusia. Wilayah lain yang menjadi kawasan konsentrasi penduduk antara lain dataran rendah yang subur. Adapun kawasan yang kondisi alamnya sangat keras, seperti gurun dan kutub merupakan daerah yang berpenduduk sangat jarang.
Persebaran penduduk yang tidak merata mengakibatkan perbedaan tingkat kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk adalah angka yang menunjukkan jumlah penduduk dalam satuan wilayah tertentu. Angka kepadatan penduduk dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
a. Kepadatan Penduduk Kasar
Kepadatan penduduk kasar adalah angka yang menunjukkan jumlah penduduk dalam satuan wilayah tertentu. Satuan yang biasa digunakan untuk menggambarkan angka kepadatan adalah orang/hektar atau orang/km2. Rumus untuk menghitung kepadatan penduduk kasar adalah sebagai berikut.
Keterangan:
KP = kepadatan penduduk kasar (orang/ha atau orang/km2)
P = jumlah penduduk
L = luas lahan
b. Kepadatan Penduduk Fisiologis
Kepadatan penduduk fisiologis adalah angka yang menunjukkan perbandingan banyaknya penduduk dengan luas lahan pertanian. Rumus untuk menghitung kepadatan penduduk fisiologis adalah sebagai berikut.
Keterangan:
KPf = kepadatan penduduk fisiologis (orang/ha atau orang/km2)
P = jumlah penduduk
Lt = luas lahan pertanian
c. Kepadatan Penduduk Agraris
Kepadatan penduduk agraris adalah angka yang menunjukkan perbandingan banyaknya penduduk petani dengan luas lahan pertanian. Formulasi yang digunakan untuk menghitung kepadatan penduduk agraris adalah sebagai berikut.
KPa = kepadatan penduduk agraris (orang/ha atau orang/km2)
Pt = jumlah penduduk petani
Lt = luas lahan pertanian.
Sebagian besar penduduk Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa. Selain faktor kesuburan tanah dan daya dukung lahan, faktor historis juga memengaruhi ketimpangan sebaran penduduk di Indonesia. Akibatnya, tingkat kepadatan penduduk di wilayah tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya di Indonesia. Ketimpangan ini tentunya berpengaruh terhadap kemajuan dan pembangunan wilayah.
Secara umum tingkat kepadatan penduduk Indonesia pada tahun 2000 adalah 109 juta/km2. Beberapa provinsi yang memiliki kepadatan penduduk paling tinggi adalah Sumatra Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakara, dan Jawa Timur. adapun provinsi yang tingkat kepadatan penduduknya rendah adalah Maluku, Papua, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
Komposisi penduduk merupakan gambaran penggolongan atau pengelompokan penduduk berdasarkan kriteria-kriteria tertentu.
Beberapa contoh dasar penggolongan penduduk antara lain umur dan jenis kelamin, status perkawinan, tempat tinggal (desa atau kota), jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, pendapatan, dan agama.
Struktur penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin dinamakan piramida penduduk. Piramida penduduk pada umumnya disajikan dalam bentuk grafik batang yang meng gambarkan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan pada setiap kelompok usia tertentu. Rentang interval umur yang umumnya digunakan adalah lima tahun (usia 0-4, 5-9, 10-14, 15-19, 20-24, 25-29, 30-34, 35-39, 40-44, 45-49, 50-54, 55-59, 60-64, 65-69, 70-74, 75 tahun lebih).
Berdasarkan kecenderungan bentuknya, komposisi penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
a. Komposisi penduduk muda (Ekspansif), dengan bentuk piramida penduduk menyerupai kerucut. Ciri-ciri komposisi penduduk ekspansif antara lain sebagai berikut.
1) Jumlah penduduk usia muda (0–19 tahun) sangat besar, sedangkan usia tua sedikit.
2) Angka kelahiran jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka kematian.
3) Pertumbuhan penduduk relatif tinggi.
4) Sebagian besar terdapat di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Republik Rakyat Cina, Mesir, dan India.
b. Komposisi penduduk dewasa (Stasioner), dengan bentuk piramida penduduk menyerupai batu nisan. Ciri-ciri komposisi penduduk stasioner antara lain sebagai berikut.
1) Perbandingan jumlah penduduk pada kelompok usia muda dan dewasa relatif seimbang.
2) Tingkat kelahiran umumnya tidak begitu tinggi, demikian pula dengan angka kematian relatif lebih rendah.
3) Pertumbuhan penduduk kecil.
4) Terdapat di beberapa negara maju antara lain Amerika Serikat, Belanda, dan Inggris.
c. Komposisi penduduk tua (Konstruktif), dengan bentuk piramida penduduk menyerupai guci terbalik. Ciri-ciri komposisi penduduk konstruktif antara lain sebagai berikut.
1) Jumlah penduduk usia muda (0–19 tahun) dan usia tua (di atas usia 64 tahun) sangat kecil.
2) Jumlah penduduk yang tinggi terkonsentrasi pada kelompok usia dewasa.
3) Angka kelahiran sangat rendah, demikian juga angka kematian.
4) Pertumbuhan penduduk sangat rendah mendekati nol, bahkan pertumbuhan penduduk sebagian mencapai tingkat negatif.
5) Jumlah penduduk cenderung berkurang dari tahun ke tahun.
6) Negara yang berada pada fase ini, antara lain Swedia, Jerman, dan Belgia.
Tipe-Tipe Piramida Penduduk (a) Piramida penduduk ekspansif. (b) Piramida penduduk konstruktif. (c) Piramida penduduk stasioner. |
Melalui data komposisi penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin kita dapat menentukan perbandingan tingat rasio jenis kelamin (sex ratio) pada berbagai wilayah. Sex ratio dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Keterangan:
Sex Ratio = rasio jenis kelamin
Pm = jumlah penduduk laki-laki
Pf = jumlah penduduk wanita
Manfaat lain dari komposisi penduduk menurut usia dan jenis kelamin dapat dijadikan sebagai dasar perhitungan angka beban tanggungan (Dependency Ratio). Angka tersebut dapat menggambarkan perbandingan jumlah penduduk usia nonproduktif dengan usia produktif. Adapun yang dimaksud dengan usia nonproduktif adalah kelompok usia anak-anak (0–14 tahun) dan penduduk dengan usia lanjut (65 tahun lebih), sedangkan usia produktif adalah penduduk pada kelompok usia (15–64 tahun). Rumus yang digunakan dalam melakukan perhitungan angka beban tanggungan adalah sebagai berikut.
Selain
masalah kuantitas, aspek demografis yang harus diperhatikan dalam
mengkaji sumber daya manusia adalah permasalahan potensi kualitas
penduduk. Beberapa aspek yang dijadikan tolok ukur kualitas penduduk
antara lain tingkat pendidikan, kesehatan, dan pendapatan.
a. Tingkat Pendidikan
Pendidikan
merupakan aspek penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui
pendidikan, proses pendewasaan dan pengem bangan potensi penduduk dapat
dikembangkan. Penduduk dengan tingkat pendidikan relatif lebih tinggi
memiliki kemampuan beradaptasi terhadap kemajuan ilmu penge tahuan dan
teknologi jika dibandingkan dengan penduduk dengan tingkat pendidikan
rendah. Oleh karena itu, sangatlah tepat jika pemerintah Indonesia
menempatkan kualitas penduduk sebagai salah satu modal dasar pembangunan
nasional.
Komposisi
penduduk berdasarkan kualitas pendidikan umum nya diukur dengan
persentase jumlah penduduk yang berhasil menempuh setiap jenjang
pendidikan sekolah, mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi.
Semakin banyak proporsi jumlah penduduk yang berhasil menyelesaikan
studi sampai ke jenjang SMA dan perguruan tinggi, menjadi indikasi
semakin baik kualitas penduduk.
Berdasarkan
catatan Badan Pusat Statistik Nasional, persentase jumlah penduduk
Indonesia pada 1980 yang berhasil menye lesaikan studi sampai jenjang
SMA adalah sekitar 4,4%, sedangkan perguruan tinggi hanya 0,9%. Angka
ini kemudian mengalami sedikit peningkatan pada periode tahun 1990, di
mana penduduk yang berhasil menamatkan sampai SMA adalah 11,9% dan
perguruan tinggi sekitar 1,5% dari seluruh jumlah penduduk Indonesia.
Rendahnya
tingkat pendidikan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
baik dari dalam diri penduduk sendiri maupun faktor dari luar. Sebagai
contoh antara lain adanya keengganan sebagian penduduk Indonesia untuk
melanjutkan sekolah ke jenjang yang tinggi, terutama pada masyarakat
perdesaan. Orang tua yang tinggal di perdesaan beranggapan bahwa
anak-anak mereka cukup sekolah sampai SD atau SMP, setelah itu mencari
kerja untuk membantu meringankan beban orang tua, kemudian menikah dan
berkeluarga.
Faktor lain
yang juga berpengaruh adalah tingginya biaya sekolah sehingga sangat
sulit dijangkau oleh masyarakat ekonomi lemah, serta keterbatasan daya
tampung sekolah dari setiap jenjang pendidikan, terutama tingkat SMA dan
Perguruan Tinggi. Untuk mengatasi permasalahan rendahnya kualitas
pendidikan penduduk, dilakukan berbagai upaya oleh pemerintah, antara
lain:
1) membangun prasarana pendidikan sekolah ke berbagai penjuru tanah air;
2) menggalakkan wajib belajar sembilan tahun;
3) program buku dan perpustakaan masuk desa;
4) penayangan acara-acara pendidikan di berbagai media massa.
b. Tingkat Kesehatan
Parameter
kedua yang dapat dijadikan ukuran kualitas penduduk adalah tingkat
kesehatan. Hal ini dapat dipahami, sebab apalah artinya penduduk dengan
kuantitas banyak, tingkat pen didikan tinggi, tetapi tingkat
kesehatannya rendah dan sakit-sakitan, tetap saja produktivitas nya
rendah. Tingkat kesehatan penduduk dapat diukur dengan melihat aspek
angka kematian bayi dan angka harapan hidup.
1) Tingkat Kematian Bayi (Infant Mortality)
Tingkat
kematian bayi berhubungan dengan tingkat kesehatan ibu dan anak,
pemenuhan gizi keluarga, kesiapan fisik saat proses persalinan,
pemerataan fasilitas kesehatan sampai ke pelosok tanah air, ketersediaan
obat-obatan yang memadai pada pusat-pusat pelayanan kesehatan, tingkat
pendapatan penduduk, dan tingkat pengetahuan serta pendidikan
masyarakat. Semakin tinggi angka kematian bayi, semakin rendah kualitas
kesehatan sebagian besar penduduk suatu wilayah atau negara.
2) Angka Harapan Hidup
Selain angka
kematian bayi, faktor lain indikasi kesehatan penduduk adalah angka
harapan hidup, yaitu rata-rata tahun hidup atau usia yang mampu dijalani
penduduk sejak dilahirkan sampai meninggal dunia. Sebagai contoh pada
tahun 2002 angka harapan hidup penduduk laki-laki Indonesia adalah 66
tahun sedangkan wanita 70 tahun. Angka tersebut berarti rata-rata
penduduk pria Indonesia memiliki harapan hidup sampai 66 tahun,
sedangkan penduduk wanita sampai 70 tahun. Banding kan dengan
negara-negara maju, seperti Jepang (laki-laki = 78 tahun, perempuan = 85
tahun) dan Kanada (laki-laki = 76 tahun, perempuan = 81 tahun).
c. Tingkat Pendapatan
Faktor
ketiga yang dapat dijadikan parameter kualitas pen duduk adalah tingkat
pendapatan yang berhubungan dengan status ekonomi sebagian besar
penduduk di suatu wilayah. Pada umumnya negara-negara berkembang
memiliki tingkat pendapatan penduduk lebih rendah jika dibandingkan
dengan negara-negara maju. Kecuali, pada beberapa negara berkembang di
kawasan Asia yang memiliki sumber daya minyak dan gas bumi cukup
berlimpah, seperti Arab Saudi dan Brunei Darussalam.
Untuk
mengukur tingkat pendapatan penduduk, digunakan formulasi rata-rata
pendapatan perkapita (percapita income). Angka ini diperoleh dengan
membandingkan jumlah kekayaan negara secara keseluruhan dengan jumlah
penduduk. Secara matematis, rumus yang digunakan untuk mengukur tingkat
pendapatan perkapita adalah sebagai berikut.
Mobilitas
penduduk merupakan gejala dan fenomena sosial yang sering dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari, yaitu gerak perpindahan penduduk dari satu unit
geografis (wilayah) ke dalam unit geografis lainnya.
Proses
pergerakan penduduk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu permanen dan
nonpermanen. Individu yang melakukan mobilitas disebut migran. Salah
satu cara yang cukup mudah dan sederhana untuk mengetahui apakah
seseorang termasuk migran atau bukan adalah dengan membandingkan antara
tempat kelahiran dengan tempat tinggalnya. Jika lokasi tempat kelahiran
berbeda dengan tempat tinggal, termasuk seorang migran, sedangkan jika
lokasinya sama maka dia adalah penduduk asli (nonmigran).
Gejala
mobilitas penduduk pada dasarnya bukanlah suatu proses biologis, tetapi
merupakan bentuk respon manusia terhadap situasi dan kondisi yang sedang
dihadapi. Misalnya, desakan ekonomi, situasi politik, kebutuhan
pendidikan, gangguan keamanan, terjadinya bencana alam di daerah asal,
ataupun alasan-alasan sosial lainnya. Dalam kenyataan sehari-hari
terdapat beberapa karakteristik yang bersifat khas dari penduduk yang
melakukan suatu mobilitas. Karakteristik kaum migran tersebut antara
lain sebagai berikut.
1) Kaum migran pada umumnya merupakan penduduk usia muda (usia produktif).
2) Pada umumnya kaum wanita mengikuti laki-laki (istri ikut suami).
3) Kelompok
penduduk dengan tingkat pendidikan dan keterampilan tinggi, umumnya
memiliki kecenderungan relatif tinggi intensitas migrasinya.
4) Kuantitas
mobilitas penduduk umumnya berbanding terbalik dengan jarak, artinya
semakin jauh jarak antara dua wilayah semakin sedikit jumlah penduduk
yang melakukan mobilitas. Sebaliknya semakin dekat jarak dua unit
geografis, semakin tinggi intensitas penduduk yang melakukan mobilitas
diantara dua wilayah tersebut.
5) Mobilitas penduduk dilakukan secara bertahap.
6) Terjadi arus pergi dan balik (arus mudik).
Berkaitan
dengan gejala migrasi, seorang ahli kependudukan dari Inggris yang
bernama Ravenstein (1889) mengemukakan pemikiran-pemikiran tentang
mobilitas penduduk yang dikenal dengan Hukum Migrasi (The Law of
Migration). Inti dari konsep-konsep pemikiran Ravenstein adalah sebagai
berikut.
1) Migrasi dan jarak
a) Para
migran banyak yang hanya menempuh jarak dekat dan jumlah migran di suatu
pusat penampungan migran-migran tersebut makin menurun karena makin
jauhnya jarak yang ditempuh.
b) Migran yang menempuh jarak jauh pada umumnya cenderung menuju ke pusat-pusat perdagangan dan industri yang penting.
2) Migrasi bertahap
a) Pada
umumnya terjadi suatu perpindahan penduduk berupa arus migrasi terarah
ke pusat-pusat industri dan perdagangan penting yang dapat menyerap para
migran tersebut sebagai tenaga kerja.
b) Penduduk
daerah perdesaan yang berbatasan langsung dengan kota yang tumbuh cepat,
cenderung berbondong-bondong menuju ke sana. Menurunnya jumlah penduduk
di perdesaan sebagai akibat migrasi akan diganti oleh para migran dari
daerah-daerah yang jauh terpencil. Fenomena ini akan terus berlangsung
hingga daya tarik salah satu dari kota-kota yang tumbuh cepat tersebut
setahap demi setahap terasa pengaruhnya di pelosok-pelosok desa yang
sangat terpencil.
3) Arus dan arus balik. Setiap arus migrasi utama menimbulkan arus balik sebagai penggantinya.
4) Terdapat
berbagai perbedaan antara desa dan kota. Adanya kecenderungan penduduk
untuk migrasi, artinya bahwa penduduk kota kurang minatnya untuk
bermigrasi jika dibanding kan dengan penduduk daerah-daerah perdesaan
suatu negara.
5) Kebanyakan wanita lebih suka bermigrasi ke daerah-daerah yang
dekat. Inti dari konsep ini memberikan gambaran kepada kita bahwa
ternyata para wanita melaku kan perpindahan ke daerah yang dekat
ternyata lebih besar jumlahnya jika dibandingkan kaum laki-laki,
sedangkan jumlah migran ke wilayah yang jaraknya jauh cenderung
dilakukan oleh laki-laki.
6) Teknologi dan migrasi.
Maksud dari
konsep ini bahwa dengan semakin meningkatnya penerapan ilmu pengetahuan
dan teknologi terutama dalam sektor prasarana dan sarana perhu bungan
atau transportasi, serta perkembangan industri dan perda gangan,
berpengaruh terhadap meningkatnya arus migrasi.
7) Motif ekonomi merupakan dorongan utama.
Maksud dari
konsep ini bahwa munculnya gejala-gejala sosial, seperti undang-undang
yang kurang tepat atau bersifat menindas masyarakat kecil, iklim yang
tidak menarik, lingkungan masyarakat yang tidak menyenangkan, dan adanya
paksaan-paksaan (perdagangan budak, transportasi), dari dahulu sampai
sekarang senantiasa menimbulkan arus migrasi. Akan tetapi tidak satupun
dari arus-arus migrasi tersebut jumlah nya dapat dibandingkan dengan
jumlah arus migran yang didorong oleh keinginan untuk memperbaiki
kehidupan nya dalam bidang ekonomi (kebutuhan material). Misalnya,
banyak warga negara Indonesia yang menjadi TKI di luar negeri.
1) Mobilitas Non Permanen
Pada
dasarnya tidak semua penduduk yang bergerak atau mengadakan mobilitas
dari suatu wilayah ke wilayah lainnya bertujuan untuk menetap di wilayah
yang dikunjunginya. Ada kalanya mereka berpindah untuk sementara waktu,
baik dalam durasi waktu harian (pulang-pergi), mingguan, bulanan, atau
mungkin lebih lama lagi. Proses perpindahan penduduk semacam ini
dinamakan mobilitas non permanen. Berdasarkan lamanya waktu di tempat
tujuan, mobilitas non permanen dibedakan menjadi dua, yaitu komutasi dan
sirkulasi.
Komutasi
merupakan bentuk mobilitas penduduk non permanen secara ulang-alik
(pergi-pulang) tanpa menginap di tempat yang dituju, atau dengan kata
lain waktu yang dibutuhkannya kurang dari 24 jam. Orang yang melakukan
proses komutasi dinamakan komuter atau penglaju. Sebagai contoh
seseorang yang bekerja di Jakarta, sedangkan tempat tinggalnya di kota
Bogor atau Bekasi. Dengan kemajuan prasarana dan sarana transportasi,
jarak antara kedua kota tersebut dirasakan tidak terlalu jauh. Oleh
karena itu, terjadi aktivitas pergi pagi hari untuk bekerja dan pulang
sore atau senja tanpa harus menginap di Jakarta.
Sirkulasi
adalah jenis mobilitas penduduk non permanen tetapi sempat menginap di
tempat tujuan atau mobilitas non permanen musiman. Orang yang melakukan
sirkulasi dinamakan sirkuler. Waktu yang dibutuhkan untuk sirkulasi
berbeda-beda. Ada yang hanya beberapa hari, namun ada pula yang memakan
waktu lama.
2) Mobilitas Permanen (Migrasi)
Manusia
merupakan makhluk yang memiliki kemampuan atau daya mobilitas paling
tinggi jika dibandingkan dengan organisme lainnya di muka bumi. Untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti kebutuhan ekonomis, pendidikan,
keamanan, atau alasan-alasan sosial lainnya sering kali manusia pindah
dari suatu wilayah ke wilayah lainnya, kemudian menetap di tempat
tujuan.
Bentuk
pergerakan penduduk semacam ini disebut mobilitas permanen atau migrasi.
Secara umum dikenal dua macam mobilitas permanen, yaitu migrasi
internasional dan migrasi internal. Migrasi internasional merupakan
proses perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain. Migrasi
internasional dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu imigrasi, emigrasi,
dan remigrasi.
Imigrasi
adalah perpindahan penduduk masuk ke suatu negara, atau dapat pula
didefinisikan sebagai proses masuknya warga negara asing ke sebuah
negaradisebut imigran. Emigrasi adalah proses perpindahan penduduk
keluar dari suatu negara, seperti warga negara Indonesia bermigrasi dan
menetap di negara Malaysia. Orang yang melakukan emigrasi disebut
emigran. Remigrasi adalah proses kembalinya penduduk ke negara asalnya
setelah pindah dan menetap di negara asing.
Migrasi
internal merupakan bentuk perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke
wilayah lainnya dalam satu negara. Secara umum bentuk-bentuk migrasi
internal yang biasa dijumpai di Kepulauan Indonesia antara lain
urbanisasi, ruralisasi, dan transmigrasi.
Urbanisasi
adalah perpindahan penduduk dari kawasan perdesaan ke wilayah perkotaan,
sedangkan orang yang melakukan urbanisasi dinamakan urbanisan.
Sebaliknya, ruralisasi merupakan bentuk perpindahan penduduk dari kota
ke desa.
Gejala
urbanisasi berawal dari adanya ketimpangan pemerataan pembangunan antara
kawasan perkotaan dan perdesaan. Di satu pihak akselerasi peningkatan
ekonomi dan pembangunan di wilayah perkotaan berjalan relatif lebih
cepat dan merambah hampir semua sektor kehi dupan, kecuali bidang
pertanian. Adapun di lain pihak pembangunan di perdesaan cenderung
berjalan dengan lamban.
Akibatnya,
tingkat kesejahteraan masyarakat kota dirasakan jauh lebih tinggi jika
dibanding kan dengan penduduk desa. Kondisi ini memacu penduduk desa
untuk pergi mengadu nasib ke kota, dengan harapan akan mendapat
penghidupan yang jauh lebih layak dibanding kan di desa.
Sebagai
suatu bentuk interaksi kota dan desa, urbanisasi dipengaruhi oleh dua
faktor utama yang dikenal dengan istilah faktor pendorong (push factors)
dan faktor penarik (pull factors).
a) Faktor Pendorong
Wilayah
perdesaan dengan segala keterbatasan dan permasa lahannya merupakan
faktor pendorong terjadinya gejala urbanisasi. Beberapa permasalahan
sosial di wilayah perdesaan yang menjadi daya dorong urbanisasi antara
lain sebagai berikut.
(1) Menyempitnya lahan pertanian yang menjadi mata pencarian utama sebagian besar penduduk perdesaan.
(2)
Perubahan fungsi lahan dari kawasan pertanian menjadi lahan permukiman
penduduk, pembangunan fasilitas sosial, atau menjadi kawasan industri.
(3) Jumlah
penduduk perdesaan yang semakin tinggi memerlukan pekerjaan yang lebih
banyak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan lapangan kerja di
sektor pertanian semakin berkurang akibat menyempitnya lahan.
(4) Tingkat upah kerja di desa umumnya relatif lebih kecil jika dibanding kan dengan di kota.
(5) Harapan masyarakat desa untuk meningkatkan taraf hidup dan status ekonomi dengan bekerja di kota.
(6) Fasilitas sosial, seperti jenjang pendidikan, kesehatan, olah raga, dan hiburan di wilayah perdesaan relatif terbatas.
b) Faktor Penarik
Di lain
pihak, kota dengan berbagai fasilitas dan kemajuannya merupakan faktor
penarik bagi masyarakat untuk melakukan urbanisasi. Beberapa contoh daya
tarik wilayah perkotaan yang mengakibatkan tingginya arus urbanisasi
antara lain sebagai berikut.
(1) Kota
yang dileng kapi dengan berbagai fasilitas sosial yang lebih memadai
tentunya banyak memberikan kemudahan bagi warganya dalam melakukan
aktivitas sosial sehari-hari.
(2) Lapangan
pekerjaan di kota yang lebih beragam terutama dalam sektor industri dan
jasa dengan upah relatif tinggi dapat menyerap tenaga kerja lebih
banyak.
(3) Tersedianya fasilitas pendidikan yang lebih memadai baik dari jenjang maupun jumlah lembaga pendidikan.
(4) Tersedianya fasilitas kesehatan, olah raga, hiburan, dan rekreasi dengan jumlah dan kualitas yang lebih baik.
Sebagai
suatu gejala yang terjadi di masyarakat, urbanisasi tentu nya memberikan
dampak atau pengaruh berupa permasalahan-permasalahan sosial bagi
wilayah perdesaan dan perkotaan. Beberapa permasalahan yang dapat timbul
sebagai akibat tingginya arus urbanisasi antara lain sebagai berikut.
a) Contoh Permasalahan bagi Wilayah Perdesaan
(1) Wilayah perdesaan banyak kehilangan tenaga kerja produktif karena banyaknya orang yang pergi ke kota.
(2) Lahan-lahan potensial di perdesaan banyak yang terlantar.
(3) Meningkatnya gejala urbanisme pada masyarakat desa, yaitu pola dan gaya hidup yang meniru masyarakat kota.
(4) Proses
pembangunan desa terhambat karena salah satu modal dasar pembangunan,
yaitu tenaga kerja yang terdidik atau terlatih banyak yang melakukan
urbanisasi.
b) Contoh Permasalahan bagi Wilayah Perkotaan
(1) Persentase jumlah dan kepadatan penduduk kota me ningkat dengan cepat.
(2) Tingkat pengangguran meningkat karena banyak penduduk desa yang tidak terserap oleh lapangan kerja yang ada.
(3) Tingkat kriminalitas tinggi.
(4)
Timbulnya permukiman-permukiman kumuh (slum area), seperti sepanjang rel
kereta api yang dihuni oleh penduduk urbanisan yang gagal mendapat
kehidupan yang layak di kota.
Untuk
menekan tingginya arus urbanisasi diperlukan langkah dan upaya secara
terpadu antara pihak pemerintah bersama-sama dengan masyarakat. Beberapa
upaya yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut.
(1) Meningkatkan pembangunan ke wilayah perdesaan.
(2) Meningkatkan jumlah dan kualitas sarana komunikasi dan transportasi sampai ke pelosok desa.
(3) Meningkatkan fasilitas-fasilitas sosial di perdesaan.
(4) Mengalihkan kegiatan ekonomi utama dari sektor agraris pada bidang non agraris yang banyak menyerap tenaga kerja.
Bentuk
migrasi internal yang juga banyak dilakukan di negara Indonesia adalah
transmigrasi. Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah
yang padat penduduknya ke daerah yang jarang penduduknya atau dengan
alasan-alasan yang dianggap perlu oleh negara di dalam wilayah negara
Republik Indonesia.
Sebagaimana
kita ketahui bahwa sebagian besar penduduk Indonesia terkonsentrasi di
tiga pulau utama, yaitu Jawa, Madura, dan Bali (Jambal). Untuk mengatasi
ketimpangan distribusi penduduk pada ketiga wilayah tersebut,
pemerintah menentukan daerah tujuan utama transmigrasi menjadi tiga
region.
Adapun tujuan utama yang ingin dicapai melalui program transmigrasi antara lain sebagai berikut.
(1) Pemerataan pembangunan dan persebaran penduduk.
(2) Pemerataan memeroleh pendapatan dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk.
(3) Peningkatan produksi yang mengolah sumber daya alam yang tersedia di daerah baru.
(4) Mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran.
(5) Memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
(6) Meningkatkan pertahanan dan keamanan nasional.
Berdasarkan bentuk dan penyelenggaraannya, transmigrasi dibedakan menjadi lima jenis, yaitu sebagai berikut.
1)
Transmigrasi Umum, yaitu jenis transmigrasi yang diselenggarakan dan
dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah. Dalam program ini, pemerintah
memberikan beberapa fasilitas kepada para transmigran, antara lain:
(a) biaya perjalanan sepenuhnya ditanggung pemerintah;
(b) pemerintah memberikan bantuan biaya hidup bagi para transmigran selama 18 bulan pertama;
(c) penyediaan rumah tinggal;
(d) penyediaan lahan garapan seluas dua hektar;
(e) bantuan bibit dan alat-alat pertanian.
2)
Transmigrasi Bedol Desa, yaitu bentuk transmigrasi yang di laksanakan
terhadap semua penduduk suatu desa secara bersama-sama dengan perangkat
pemerintahan desa tersebut. Jenis transmigrasi bedol desa dilakukan jika
di suatu daerah terkena bencana alam atau adanya program pemerintah
bagi peningkatan kesejahteraan penduduk, seperti pembuatan jalan,
bendungan untuk PLTA atau irigasi, dan perluasan daerah penghijauan.
3)
Transmigrasi Spontan (Swakarsa Mandiri), yaitu jenis transmigrasi yang
diselenggarakan dan dibiayai sepenuhnya oleh para trasmigran.
4) Transmigrasi Sektoral, yaitu jenis transmigrasi yang dilaksanakan antar departemen.
5) Transmigrasi Lokal, yaitu jenis transmigrasi yang pelaksanaannya masih dalam satu kawasan provinsi.
Adanya
program pemerintah melalui transmigrasi merupakan langkah nyata dalam
upaya melakukan pemerataan penduduk di Indonesia. Melalui program
transmigrasi diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat untuk mampu bertahan hidup di tengah himpitan ekonomi dan
ketersediaan sumber daya alam yang semakin terbatas jumlahnya.
0 komentar:
Posting Komentar