Beberapa bentuk masalah sosial yang muncul sebagai akibat dari adanya sikap antisosial di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Pergolakan Daerah
Salah satu tujuan negara kita yang tercantum dalam alinea keempat
Pembukaan UUD 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum. Cara yang dapat
ditempuh di antaranya dengan melakukan pembangunan di segala bidang dari
tingkat pusat sampai ke daerah-daerah. Pada kenyataannya pembangunan
itu hanya terpusat pada daerah-daerah tertentu saja. Perlakuan yang
tidak sama antardaerah dapat memicu lahirnya pergolakan daerah.
Hal ini terjadi apabila ikatan primordial kedaerahan yang
menumbuhsuburkan sentimen kedaerahan berkembang tidak sebanding dengan
tumbuhnya sentimen nasional. Akhirnya daerah yang merasa mendapatkan
perlakuan berbeda dan juga merasa dirinya superior mengadakan
pemberontakan dan berusaha memisahkan diri dari kesatuan. Misalnya
pemberontakan yang dilakukan oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang ingin
memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan membentuk
negara sendiri.
b. Demonstrasi
Kita sering melihat berbagai aksi demonstrasi di masyarakat melalui
pemberitaan di media, baik cetak (surat kabar) maupun elektronik
(televisi). Pernahkah kamu melihat secara langsung jalannya demonstrasi?
Mengapa mereka melakukan demonstrasi?
Perhatikan dengan saksama cuplikan berita berikut ini. Warga Demo Minta
Dana Dibagikan Secepatnya Jogjakarta–Sekitar 200 orang yang tergabung
dalam Gabungan Posko Rakyat melakukan unjuk rasa di Kepatihan,
Jogjakarta. Mereka menuntut agar dana rekonstruksi rumah dibagikan
secepatnya kepada korban gempa dalam bentuk uang tunai agar bantuan itu
lebih mudah dipergunakan dan tepat penggunaannya.
Menurut Koordinator Gabungan Posko Rakyat, Ali Suharjono, unjuk rasa ini
dilakukan karena bantuan yang dijanjikan pemerintah melalui Kepala
Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) di Jogjakarta, Drs. H. Mulyanto
M. M, berkaitan dana rekonstruksi rumah yang telah dijanjikan sebesar
Rp15 juta ternyata sampai saat ini belum sampai kepada korban gempa.
Keresahan lain karena ada niatan pemerintah untuk memberikan bantuan
dalam bentuk bahan bangunan, padahal sebagian besar masyarakat
menginginkan bantuan dalam bentuk uang tunai untuk meminimalisir
ketidaktepatan pembelanjaan.
Cuplikan berita di atas merupakan salah satu bentuk demonstrasi yang
terjadi di masyarakat. Demonstrasi merupakan bentuk kegiatan dari
sejumlah orang dengan tidak menggunakan kekerasan, mengorganisir diri
untuk melakukan protes terhadap pemerintah atau pemegang kekuasaan
setempat atau terhadap ideologi, kebijaksanaan baik yang telah maupun
yang sedang direncanakan atau kurangnya kebijaksanaan, atau terhadap
suatu tindakan yang sedang direncanakan. Dapatkah kamu menyebutkan
contoh-contoh yang lainnya?
c. Penyalahgunaan Narkotika
Apa yang ada dibenakmu ketika mendengar kata ‘narkotika’? Pasti sesuatu
yang negatif yang tidak ada manfaatnya karena dapat merusak masa depan
generasi muda. Usia remaja seperti kamu sangat rentan sekali terhadap
penyalahgunaan narkotika. Hal itu mengingat usiamu yang masih labil
terhadap berbagai pengaruh yang masuk, terutama dari lingkungan dan
teman pergaulan.
Pada awalnya, narkotika dipergunakan untuk keperluan medis, terutama
sebagai campuran untuk menyembuhkan atau sekedar mengurangi rasa sakit.
Selain itu juga dapat sebagai perangsang dari si sakit untuk melakukan
responrespon terhadap sesuatu. Dengan semakin terbukanya pengetahuan
tentang kegunaan dan pengaruhnya terhadap fisik manusia, maka ada
pihak-pihak yang dengan sengaja menyalahgunakan untuk berbagai
kepentingan yang sifatnya nonmedis.
Orang-orang yang sudah terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika pada
mulanya masih dalam ukuran (dosis) yang normal, lama-kelamaan menjadi
kebiasaan (habituasi), dan kemudian untuk menimbulkan efek yang sama
diperlukan dosis yang lebih tinggi (toleransi). Setelah fase toleransi
ini akhirnya menjadi depedensi atau ketergantungan, sehingga merasa
tidak dapat hidup tanpa narkotika.
Adapun gejala-gejala korban ketergantungan narkotika adalah sebagai berikut.
1) Tingkah laku yang tidak dapat diterima oleh masyarakat di
sekelilingnya, bertindak semaunya sendiri, berbuat indisipliner, dan
lain sebagainya.
2) Pada proses yang lebih tinggi, orang yang mengalami ketergantungan
terhadap narkotika pada saat ketagihan mampu berbuat apa saja untuk
memperoleh barang tersebut, termasuk mengambil barang berharga milik
orang lain.
3) Pada dosis yang tinggi, penderita merasa dirinya yang paling tinggi,
paling hebat, merasa kuat, dan sanggup melakukan apa saja.
4) Pada saat efek mulai menurun, penderita sangat gelisah, merasa
diancam, dikejar-kejar dan ingin menyakiti diri sendiri sampai bunuh
diri atau bahkan membunuh orang lain.
Melihat gejala-gejala pada orang yang mengalami ketergantungan terhadap
narkotika seperti telah kita bahas di atas dapat diketahui bahwa pada
dasarnya penyalahgunaan narkotika mempunyai dampak yang negatif, baik
bagi diri sendiri maupun masyarakat yang ada di sekitarnya. Dampak
negatif terhadap diri sendiri di antaranya dapat merusak fisik maupun
mental si pengguna. Dilihat dari segi fisik, mengonsumsi narkotika dapat
merusak organ-organ tubuh si pengguna sehingga tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Sedangkan apabila dilihat dari segi mental,
narkotika dapat merusak susunan syaraf yang mengatur dan mengendalikan
daya pikir seseorang, sehingga orang tersebut tidak dapat berpikir
secara rasional.
Sedangkan bagi masyarakat yang ada di sekitarnya dapat menimbulkan
kekacauan dan ketidakteraturan akibat ulah si pengguna narkotika. Oleh
karena itu, kita sebagai generasi muda penerus cita-cita perjuangan
bangsa harus berani mengambil sikap untuk mengatakan ‘say no to drugs’.
d. Perkelahian Pelajar atau Kenakalan Remaja
Dalam beberapa tahun terakhir ini, sering terjadi tawuran antarpelajar
di kota-kota besar. Bahkan kini sudah merambah daerah-daerah yang jauh
dari perkotaan. Seakan-akan tawuran telah menjadi mode dari remaja masa
kini. Bahkan ada yang menganggap tawuran pelajar ini merupakan lambang
sportivitas dan kejantanan seseorang.
Sebenarnya secara sosiologis, masalah remaja apapun bentuknya termasuk
perkelahian pelajar ini pola terjadinya dapat diurutkan sebagai berikut.
1) Persoalan kepekaan terhadap nilai (sense of values) yang kurang ditanamkan oleh orang tua.
2) Timbulnya organisasi-organisasi nonformal yang berperilaku menyimpang, sehingga tidak disukai oleh masyarakat.
3) Timbulnya usaha-usaha untuk mengubah keadaan yang disesuaikan dengan
youth values atau nilai-nilai yang berkembang di kalangan remaja.
Perkelahian pelajar dapat berakibat fatal, baik bagi diri sendiri maupun
pihak lain yang ada di sekitarnya, terutama keluarga dan sekolah. Bagi
diri sendiri dapat mengakibatkan luka-luka, bahkan cacat seumur hidup.
Sedangkan bagi pihak lain dapat mencemarkan nama baik serta
mempermalukan keluarga dan sekolah.
e. Prostitusi
Prostitusi atau yang oleh masyarakat dikenal dengan istilah pelacuran
dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri
kepada umum untuk melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan
mendapatkan upah. Masalah prostitusi bukan merupakan masalah baru dalam
masyarakat kita. Sejak zaman kolonial Belanda masalah ini telah ada dan
semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan pertumbuhan
penduduk. Saat ini terutama di kota-kota besar, praktik prostitusi tidak
hanya dilakukan oleh orang-orang dewasa, melainkan telah merambah
sampai ke pelajar. Alasan yang mendorong mereka melakukan perbuatan itu
sangat beragam, salah satunya untuk mendapatkan uang.
Praktik prostitusi melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat,
yaitu norma agama dan kesusilaan. Masalah ini mempunyai pengaruh yang
sangat besar terhadap moral masyarakat, terutama remaja seusiamu.
Secara umum, faktor-faktor yang menjadi penyebab seseorang terjerumus ke dunia prostitusi antara lain sebagai berikut.
1) Konflik mental.
2) Situasi hidup tidak menguntungkan pada masa anakanak dan remaja.
3) Pola perilaku yang kurang dewasa.
4) Tingkat intelegensia yang rendah.
Lebih lanjut Soerjono Soekanto membagi penyebab prostitusi atas faktor internal dan faktor eksternal.
1) Faktor internal, meliputi hasrat seksual yang tinggi, sifat malas, serta keinginan untuk hidup mewah dan serba enak.
2) Faktor eksternal, meliputi faktor ekonomi, urbanisasi yang tidak teratur, dan perumahan yang tidak memenuhi syarat.
0 komentar:
Posting Komentar