Setiap kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam masyarakat akan
menjadi pengetahuan bagi anggotanya. Suatu pengetahuan ada yang tersusun
secara sistematis dan ada yang tidak. Suatu pengetahuan yang tersusun
secara sistematis, menggunakan pemikiran, dan dapat dikontrol secara
kritis oleh orang lain disebut dengan ilmu atau lebih dikenal dengan
istilah ilmu pengetahuan.
Menurut Soerjono Soekanto, ilmu pengetahuan dapat didefinisikan sebagai
kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan
kekuatan pemikiran (logika), pengetahuan mana haruslah objektif, artinya
selalu dapat diperiksa dan diuji secara kritis oleh orang lain. Jadi,
tidak semua pengetahuan dapat disebut sebagai ilmu, melainkan hanya
pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan teruji kebenarannyalah
yang disebut dengan ilmu pengetahuan.
Apakah sosiologi merupakan ilmu pengetahuan? Sejak pertama dicetuskan
istilah sosiologi, para pelopor sosiologi beranggapan bahwa sosiologi
merupakan suatu ilmu pengetahuan. Namun apakah hal itu benar? Untuk
mengetahuinya, mari kita lihat syarat-syarat sebuah ilmu pengetahuan.
Menurut para ahli, syarat ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut.
1. Kumpulan pengetahuan (knowledge).
2. Tersusun secara sistematis.
3. Menggunakan pemikiran (logis dan rasional).
4. Terbuka terhadap kritik (objektif).
Apakah syarat-syarat di atas dimiliki oleh sosiologi? Mari kita telaah bersama-sama.
Sosiologi merupakan pengetahuan tentang fenomena masyarakat, seperti
interaksi sosial, aturan-aturan dalam kehidupan masyarakat, pertikaian
atau konflik, perubahan sosial, dan sebagainya.
Sosiologi tersusun secara sistematis. Artinya mempunyai sistematika
tertentu dengan unsur-unsur yang merupakan suatu kebulatan. Misalnya,
pembahasan tentang interaksi social mempunyai kaitan dengan norma sosial
karena interaksi social membutuhkan aturan-aturan tertentu. Meskipun
demikian, sistematika yang dimaksud dalam pembahasan sosiologi itu
bersifat dinamis yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Sosiologi merupakan hasil pemikiran yang biasanya bersumber dari
fakta-fakta atau kejadian-kejadian yang ada dalam masyarakat. Pada
bagian sejarah perkembangan sosiologi sudah terlihat jelas munculnya
sosiologi sebagai hasil dari pemikiran para ahli terhadap situasi dan
kondisi masyarakat.
Fenomena masyarakat itu dikaji oleh pikiran, bukan oleh perasaan. Setiap
kajian sosiologi, misalnya perubahan sosial, akan dimulai dengan
pertanyaan mengapa terjadi perubahan dalam masyarakat? Siapa yang
melakukan perubahan? Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya
perubahan? Dan sejumlah pertanyaan lain yang dijawab dengan menggunakan
pikiran.
Pengetahuan sosiologi, sistematika sosiologi, dan pemikiran sosiologi
dapat ditelaah oleh masyarakat luas. Oleh karena itu, sosiologi
dikatakan bersifat objektif. Namun apabila terjadi perbedaan pandangan
dalam suatu fenomena yang terjadi di masyarakat, hal itu karena adanya
perbedaan paradigma atau perbedaan sudut pandang. Dan sosiologi tidak
mempermasalahkan adanya perbedaan itu.
Sosiologi telah memenuhi syarat-syarat ilmu seperti dikemukakan di atas.
Oleh karena itulah sosiologi dapat disebut sebagai ilmu. Sosiologi
sebagai ilmu berdiri sendiri yang objeknya masyarakat.
Sosiologi memiliki karakteristik sebagai ilmu yang bersifat khusus
sebagaimana disebutkan oleh Harry M. Johnson dalam bukunya Sociology A
Systematic Introduction (1960) yang menjelaskan:
1. Sosiologi bersifat empiris,
artinya ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi (pengamatan)
terhadap keyakinan dan akal sehat, serta hasilnya tidak bersifat
spekulatif, melainkan objektif.
2. Sosiologi bersifat teoretis,
artinya ilmu pengetahuan itu selalu berusaha menyusun abstraksi dari
hasil-hasil observasi. Abstraksi merupakan kerangka dari unsur-unsur
yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan
antarhubungan dan sebab akibat, sehingga menjadi teori.
3. Sosiologi bersifat kumulatif,
artinya teori-teori sosiologi dibentuk berdasarkan teori-teori yang
sudah ada. Jadi sosiologi memperbaiki, memperluas, dan memperhalus
teori-teori yang sudah ada itu.
4. Sosiologi bersifat nonetis,
artinya yang menjadi inti persoalan dalam sosiologi bukanlah baik
buruknya suatu fakta, melainkan tujuan yang hendak dicapai dengan
menjelaskan fakta tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar