Dalam
kehidupan sosial budaya di masyarakat, kita mengenal tiga bentuk
mobilitas sosial, yaitu mobilitas fisik, mobilitas horizontal, dan
mobilitas vertikal.
a. Mobilitas Fisik (Physical Mobility)
Mobilitas
fisik memberi kemungkinan dan kesempatan kepada seseorang untuk
memindahkan tempat kediaman dalam hubungannya dengan alat-alat
transportasi dan lalu lintas modern. Artinya, dengan adanya alat-alat
transportasi dan lalu lintas modern, akan memberikan kemudahan anggota
masyarakat untuk melakukan perpindahan dari satu daerah ke daerah lain.
Akibatnya, akan terjadi proses-proses asimilasi dan akulturasi yang
selanjutnya akan membawa pengaruh tertentu, misalnya kita sering tidak
mengenal latar belakang sosial dari seorang pendatang baru.
Contohnya,
dengan adanya alat transportasi dan lalu lintas mutakhir, seperti
pesawat terbang, kereta api cepat atau yang lainnya, merangsang
pemikiran seseorang untuk melakukan perpindahan secara fisik dari satu
tempat ke tempat lainnya. Hal ini terjadi karena adanya kemudahan bagi
seseorang untuk mendapatkan fasilitas tersebut, tentunya yang dapat
dijangkau oleh kemampuan individu tersebut.
b. Mobilitas Horizontal (Horizontally Mobility)
Menurut
Soerjono Soekanto, mobilitas horizontal dapat diartikan sebagai
perpindahan individu atau objek-objek social lainnya dari suatu kelompok
ke kelompok lainnya yang sederajat. Atau dapat dikatakan pula sebagai
perpindahan status sosial yang dialami seseorang atau sekelompok warga
secara mendatar dalam lapisan sosial yang sama. Mobilitas sosial
horizontal ini memberi kemungkinan perubahan dalam pekerjaan dan atau
kedudukan yang tidak bersifat sebagai suatu pergeseran dalam hierarki
sosial. Ciri utama mobilitas sosial horizontal adalah lapisan sosial
yang ditempati tidak mengalami perubahan. Sebagai contohnya Pak Hendra,
seorang pengusaha meubel (furniture) berkualitas ekspor.
Karena
telah memiliki keuntungan yang besar dan banyaknya jaringan bisnis yang
terjalin dari usahanya, kini Pak Hendra beralih usaha sebagai perancang
desain interior untuk meubel (furniture). Dalam hal ini ia melakukan
mobilitas horizontal. Karena dalam perpindahan usahanya tersebut,tidak
terjadi perubahan status, di mana sebelumnya seorang pengusaha meubel
dan setelah melakukan perpindahan tetap menyediakan jasa yang
berhubungan dengan meubel (furniture).
Dalam
masyarakat, kita mengenal dua bentuk mobilitas horizontal, yaitu
mobilitas horizontal intragenerasi dan mobilitas horizontal
antargenerasi.
1) Mobilitas horizontal intragenerasi
adalah
mobilitas horizontal yang terjadi dalam diri seseorang. Misalnya
seorang dosen sebuah perguruan tinggi swasta yang ingin memperbaiki
nasibnya. Ia mencoba mengikuti serangkaian tes untuk diterima sebagai
dosen di perguruan tinggi negeri. Setelah melewati beberapa tahapan tes,
akhirnya ia diterima dan menjadi dosen di perguruan tinggi negeri.
2) Mobilitas horizontal antargenerasi
adalah
mobilitas horizontal yang terjadi dalam dua generasi atau lebih.
Misalnya, Sukardono adalah seorang anggota TNI dengan pangkat mayor,
yang dapat digolongkan ke dalam lapisan menengah. Sedangkan Munaf,
anaknya, tidak mau mengikuti jejak ayahnya sebagai seorang anggota TNI,
dan lebih memilih menjadi seorang dosen di perguruan tinggi negeri yang
berada pada lapisan menengah pula. Perubahan dari pekerjaan sang ayah
sebagai anggota TNI dengan pangkat mayor ke anaknya sebagai seorang
dosen perguruan tinggi negeri merupakan bentuk mobilitas horizontal
antargenerasi yang dapat kita temui di masyarakat.
c. Mobilitas Vertikal (Vertically Mobility)
Mobilitas
vertikal adalah sebuah peralihan individu atau objek-objek sosial dari
suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat.
Mobilitas vertikal ini memberi kemungkinan terjadinya pergeseran
status, baik ke atas maupun ke bawah.
1) Macam-Macam Mobilitas Vertikal
Berdasarkan
penjelasan tersebut, sesuai dengan arahnya kita dapat membedakan
mobilitas vertikal atas mobilitas vertikal naik dan mobilitas vertikal
turun.
a)
Mobilitas vertikal naik (social climbing atau upward mobility) adalah
peralihan individu atau objek-objek social menuju pada tingkat yang
lebih tinggi. Adapun yang
menjadi ciri-ciri mobilitas ini adalah sebagai berikut.
(1) Masuknya individu yang mempunyai kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi.
(2)
Pembentukan kelompok baru, yang kemudian ditempatkan pada derajat yang
lebih tinggi dari kedudukan individu pembentuk kelompok tersebut.
b)
Mobilitas vertikal turun (social sinking atau downward mobility) adalah
peralihan individu atau objek-objek sosial menuju pada tingkat yang
lebih rendah. Adapun yang menjadi ciri-ciri mobilitas ini adalah sebagai
berikut.
(1) Turunnya kedudukan sosial individu ke kedudukan yang lebih rendah derajatnya.
(2) Turunnya derajat sekelompok individu yang dapat berupa disintegrasi dalam kelompok sebagai suatu kesatuan.
Di
samping itu, kita juga dapat membedakan mobilitas vertikal ini atas
mobilitas vertikal intragenerasi dan mobilitas vertikal antargenerasi.
a)
Mobilitas vertikal intragenerasi adalah mobilitas vertikal yang terjadi
dalam diri seseorang atau mobilitas yang dialami oleh orang itu
sendiri. Misalnya bekerja di perusahaan itu Resita adalah seseorang yang
bekerja pada sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jurnalistik.
Pada awalnya, ia melamar dan diterima sebagai reporter atau wartawan.
Karena prestasinya, dua tahun kemudian ia dinaikkan kedudukannya sebagai
redaktur. Setelah dua tahun menjadi redaktur, dirinya dinilai pantas
untuk menduduki jabatan sebagai pimpinan redaksi, dikarenakan
dedikasinya kepada perusahaan sangat baik. Dalam hal ini, Resita
mengalami mobilitas vertikal
intragenerasi
naik. Selain itu juga ada mobilitas vertikal intragenerasi turun.
Contohnya adalah yang diturunkan pangkatnya atau bahkan dikeluarkan
(desersi)dari kesatuan karena menyalahgunakan kekuasaan seorang anggota
militer.
b)
Mobilitas vertikal antargenerasi adalah mobilitas vertikal yang terjadi
antara dua generasi atau lebih. Misalnya generasi ayah–ibu, generasi
anak, generasi cucu dan seterusnya, atau generasi sekarang dengan
generasi terdahulu. Contohnya, zaman dulu ayahnya adalah seorang buruh
tani yang tidak berpendidikan dan miskin, tetapi ia berhasil mendidik
dan menyekolahkan anaknya, sehingga anaknya menjadi seorang sarjana dan
kemudian menjadi seorang pengusaha sukses yang kaya.
2) Prinsip Umum Mobilitas Vertikal
Berdasarkan
penjelasan mengenai mobilitas vertikal di atas, perlu kamu ketahui
bahwa Pitirim A. Sorokin mengemukakan adanya beberapa prinsip umum yang
sangat penting bagi mobilitas vertikal, antara lain sebagai berikut.
a)
Hampir tidak ada masyarakat yang sifat system pelapisannya secara
mutlak tertutup, sekalipun itu pada masyarakat yang memakai tipe kasta
seperti di India, walaupun mobilitas sosialnya hampir tidak tampak,
namun diyakini proses mobilitas social vertikal ini pasti ada.
b)
Betapapun terbukanya sistem pelapisan sosial dalam suatu masyarakat,
tidak mungkin mobilitas social vertikal dapat dilakukan
sebebas-bebasnya, atau dengan kata lain sedikit banyak pasti ada
hambatannya.
c)
Tidak ada mobilitas sosial vertikal yang umum yang berlaku bagi semua
masyarakat. Setiap masyarakat memiliki ciri-ciri khas dalam mobilitas
sosial vertikal.
d) Laju mobilitas sosial vertikal yang disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi, politik, serta pekerjaan adalah berbeda-beda.
3) Proses-Proses dalam Mobilitas Vertikal
Dalam
mobilitas vertikal yang memberi kemungkinan terjadinya perpindahan
kedudukan yang tidak sederajat ini di dalamnya terjadi proses-proses
seperti penerimaan, kenaikan pangkat, degradasi, dan pelepasan.
a) Penerimaan
Dalam
masyarakat modern, untuk memperoleh nilai tambah dibutuhkan
syarat-syarat pendidikan, baik itu melalui sekolah dan perguruan tinggi
umum, maupun melalui latihan dinas intern dalam jawatan, kantor, ataupun
perusahaan. Kualitas seseorang menjadi syarat yang dipentingkan dalam
masyarakat modern untuk bisa menduduki suatu jabatan tertentu di sebuah
instansi atau perusahaan.
b) Kenaikan Pangkat
Dalam
hal, ini kenaikan pangkat atau kedudukan terutama di bidang pekerjaan
dititikberatkan pada kualitas dan kemampuan seseorang. Termasuk prestasi
dan dedikasinya terhadap pekerjaan sangat diperhitungkan sebagai bahan
pertimbangan kenaikan pangkat atau kedudukan.
c) Degradasi
Degradasi
atau menurunkan kedudukan merupakan suatu tindakan untuk mengganti
seseorang yang kurang cakap dengan seseorang yang lebih cakap, tetapi
dapat pula merupakan suatu hukuman karena pelanggaran terhadap
aturan-aturan yang telah disepakati.
d) Pelepasan
Pelepasan
biasanya terjadi karena suatu kesalahan atau kecakapan yang kurang,
mengingat usia yang sudah cukup tua dan pantas untuk dipensiun. Di dalam
suatu lingkungan kerja, selain usia yang sudah tidak produktif, tingkat
pelanggaran juga diperhitungkan untuk melepas seseorang dari kelompok
tersebut. Hal ini terutama terjadi di dalam sebuah perusahaan swasta,
karena dapat menghambat kinerja perusahaan itu sendiri.
4) Saluran-Saluran Mobilitas Vertikal
Menurut
Pitirim A. Sorokin, mobilitas sosial vertical mempunyai saluran-saluran
dalam masyarakat, yang berarti melalui saluran-saluran itu mobilitas
sosial vertical dapat terjadi. Proses mobilitas sosial vertikal melalui
saluran-saluran tersebut menurut Pitirim A. Sorokin disebut sebagai
social circulation (sirkulasi sosial). Adapun saluran-saluran tersebut
di antaranya adalah angkatan bersenjata, lembaga keagamaan, lembaga
pendidikan, organisasi politik, organisasi ekonomi, organisasi keahlian,
dan perkawinan.
a) Angkatan Bersenjata
Angkatan
bersenjata atau dalam hal ini ketentaraan merupakan saluran mobilitas
sosial yang ada dalam masyarakat. Dalam struktur militer, terdapat
unsure yang memungkinkan untuk terjadinya mobilitas sosial. Di dalamnya
terdapat jenjang kepangkatan,jenjang karier, dan juga kemungkinan untuk
menduduki jabatan penting di struktur pemerintahan. Sebagai anggota
militer, individu yang memiliki kemampuan dan prestasi yang baik akan
dapat merubah stratanya menjadi lebih tinggi, tentu saja dipertimbangkan
pula jasa-jasanya terhadap negara.
Namun
demikian, tidak menutup kemungkinan adanya penurunan pangkat atau
bahkan pemecatan secara tidak hormat kepada individu-individu yang
sengaja atau tidak telah menyalahgunakan kedudukannya sebagai anggota
sistem ini. Misalnya terlibat dalam pembunuhan, pemakaian narkoba, atau
terlibat dalam penyelundupan barang-barang yang akhirnya merugikan
institusi, dan lain sebagainya.
b) Lembaga Keagamaan
Agama
apapun mengajarkan bahwa manusia dalam keadaan sederajat. Atas dasar
itu, para tokoh agama berjuang keras meningkatkan ketakwaan umatnya
untuk menaikkan kedudukan orang-orang yang merasa dari lapisan atau
status rendah, mengingat dalam agama yang membedakan kedudukan seseorang
adalah kadar ketakwaannya terhadap
Tuhan
Yang Maha Esa. Dengan demikian mereka akan dapat menyadari kedudukannya
masingmasing. Mereka yang secara ekonomi mempunyai status sosial rendah
berani bergaul dengan orangorang yang berstatus sosial lebih tinggi.
Hal ini karena dalam lembaga keagamaan mobilitas dilihat dari sisi
keimanannya terhadap agama yang dipeluknya, bukan strata dalam agama.
Jika seseorang memiliki kadar keimanan yang tinggi, maka secara otomatis
ia akan dihormati, disegani, dan dihargai karena penguasaannya terhadap
ilmu agama lebih tinggi dari umat yang lain. Sebenarnya dalam agama
tidak dikenal strata, namun strata yang dimaksud adalah strata keimanan
kepada agama dan tentunya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
c) Lembaga Pendidikan
Lembaga
pendidikan formal seperti sekolah maupun lembaga pendidikan luar
sekolah pada umumnya merupakan saluran yang nyata dari mobilitas social
vertikal. Bahkan sekolah dianggap sebagai social elevator (pengangkat
kedudukan sosial), di mana seseorang yang berasal dari kedudukan yang
paling rendah dalam masyarakat dapat bergerak ke kedudukan sosial yang
paling tinggi hanya karena berpendidikan.
Sekolah
pada umumnya menjadi saluran konkret dari mobilitas sosial vertikal.
Hal ini disebabkan individu-individu yang hidup dalam masyarakat
mengalami pendidikan yang berjenjang mulai dari pendidikan dasar,
menengah sampai puncaknya yaitu pendidikan tinggi.
Tamatan
pendidikan tinggi seperti perguruan tinggi, biasanya diakui memiliki
strata yang tinggi dalam masyarakat, karena penguasaan ilmu yang
dimiliki sesuai dengan bidangnya. Namun demikian, tidak menutup peluang
bagi individu lainnya yang akan melakukan mobilitas vertikal dalam
pendidikan ini, untuk terus meniti strata yang ada dalam masyarakat.
Tentunya untuk perbaikan status dan kesejahteraan hidup.
d) Organisasi Politik
Organisasi
politik atau partai politik dapat member peluang bagi
anggota-anggotanya untuk naik dalam lapisan sosial yang lebih tinggi.
Seorang anggota partai yang pandai beragitasi, berorganisasi, mempunyai
kepribadian yang baik, dan mempunyai aspirasi yang baik dapat meraih
kedudukan yang terpandang dalam masyarakat.
e) Organisasi Ekonomi
Ekonomi
merupakan salah satu unsur di mana stratifikasi sosial itu dapat
terjadi. Dalam masyarakat, seseorang yang kaya akan menempati strata
yang tinggi dalam sistem stratifikasi sosial. Lebih-lebih jika
orang-orang kaya itu menjabat kepengurusan dalam organisasi ekonomi,
seperti perusahaan ekspor impor, biro perjalanan, yang mendorong
lahirnya mobilitas vertikal naik. Namun sebaliknya, jika organisasi
ekonomi itu bangkrut, maka orang di dalamnya akan mengalami mobilitas
vertikal turun.
f) Organisasi Keahlian
Organisasi
keahlian seperti Persatuan Artis, Ikatan Dokter Indonesia, Persatuan
Wartawan Indonesia dan lain sebagainya dapat menjadi saluran bagi
terjadinya mobilitas sosial. Hal ini dikarenakan di dalam organisasi ini
terdapat struktur yang memungkinkan untuk terjadinya mobilitas sosial,
baik horizontal maupun vertikal.
g) Perkawinan
Melalui
perkawinan akan terjadi mobilitas social vertikal, bisa naik maupun
turun. Misalnya seorang pemuda yang berasal dari kelas atas yang menikah
dengan seorang pemudi dari kelas bawah. Dengan pernikahan itu, maka
pemudi tersebut telah melakukan mobilitas sosial naik.
0 komentar:
Posting Komentar