Menurut Gillin dan Gillin, ada dua macam proses social yang timbul
akibat interaksi sosial, yaitu proses asosiatif dan proses disosiatif.
a. Proses Asosiatif
Pada hakikatnya proses ini mempunyai kecenderungan untuk membuat
masyarakat bersatu dan meningkatkan solidaritas di antara anggota
kelompok. Kita mengenal empat bentuk proses asosiatif, yaitu kerja sama,
akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.
1) Kerja Sama (Cooperation)
Kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok. Kerja sama
dilakukan oleh manusia dalam masyarakat dengan tujuan agar
kepentingannya lebih mudah tercapai. Kerja sama merupakan suatu usaha
bersama antarpribadi atau antarkelompok manusia untuk mencapai satu atau
beberapa tujuan bersama. Kerja sama dilakukan sejak manusia
berinteraksi dengan sesamanya, yang dimulai dalam kehidupan keluarga
lalu meningkat dalam lingkungan yang lebih luas, yaitu masyarakat.
Kerja sama dalam masyarakat muncul karena adanya beberapa situasi tertentu seperti berikut ini.
a) Adanya keadaan alam yang kurang bersahabat, seperti terjadinya bencana.
b) Musuh bersama yang datang dari luar wilayah.
c) Pekerjaan yang membutuhkan banyak tenaga kerja.
d) Kegiatan keagamaan yang sakral. Kita mengenal beberapa bentuk kerja
sama dalam masyarakat, yaitu tawar menawar, kooptasi, koalisi, dan usaha
patungan.
a) Tawar menawar (bargaining) adalah perjanjian atau persetujuan antara
pihak-pihak yang mengikat diri atau bersengketa melalui perdebatan,
pemberian usul, dan lain-lain.
b) Kooptasi (cooptation) adalah proses penerimaan unsur-unsur baru oleh
pemimpin suatu organisasi sebagai salah satu usaha untuk menghindari
terjadinya keguncangan atau kekacauan dalam sebuah organisasi.
c) Koalisi (coalition) adalah kombinasi antara dua organisasi atau lebih
yang mempunyai tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan
yang tidak stabil untuk sementara waktu karena dua organisasi atau lebih
tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang tidak sama satu sama lain.
d) Usaha patungan (join venture) adalah kerja sama dalam pengusahaan
proyek-proyek tertentu, misalnya pengeboran minyak, pembangunan jembatan
layang, pembangunan hotel, dan sebagainya.
2) Akomodasi (Accomodation)
Akomodasi adalah suatu bentuk proses sosial yang di dalamnya terdapat
dua atau lebih individu atau kelompok yang berusaha untuk saling
menyesuaikan diri, tidak saling mengganggu dengan cara mencegah,
mengurangi, atau menghentikan ketegangan yang akan timbul atau yang
sudah ada, sehingga tercapai kestabilan (keseimbangan).
Lalu, apakah tujuan dari akomodasi? Akomodasi bertujuan untuk berikut ini.
a) Mengurangi pertentangan antara dua kelompok atau individu.
b) Mencegah terjadinya suatu pertentangan secara temporer.
c) Memungkinkan terjadinya kerja sama antarindividu atau kelompok sosial.
d) Mengupayakan peleburan antara kelompok social yang berbeda (terpisah), misalnya lewat perkawinan campuran (amalgamasi).
Adapun bentuk-bentuk akomodasi adalah koersi, kompromi, arbitrasi,
mediasi, konsiliasi, toleransi, stalemate, ajudikasi, rasionalisasi,
gencatan senjata, segregation, dan dispasement.
a) Koersi (coercion) adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya
dilakukan dengan paksaan. Artinya, ada pemaksaan kehendak oleh pihak
tertentu terhadap pihak lain yang posisinya lebih rendah. Pelaksanaannya
dapat dilakukan secara fisik maupun secara psikologis.
b) Kompromi (compromise) adalah suatu bentuk akomodasi di mana
pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar tercapai
suatu penyelesaian perselisihan yang ada.
c) Arbitrasi (arbitration) adalah suatu bentuk akomodasi yang
menghadirkan pihak ketiga yang bersifat netral untuk mencapai suatu
penyelesaian perselisihan.
d) Mediasi (mediation), hampir sama dengan arbitrasi, tetapi pada
mediasi pihak ketiga yang netral yang berfungsi sebagai penengah tidak
mempunyai wewenang untuk memberi keputusan-keputusan penyelesaian
perselisihan di antara pihak-pihak yang berselisih.
e) Konsiliasi (conciliation) adalah suatu usaha mempertemukan
keinginan-keinginan pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu
persetujuan bersama.
f) Toleransi (tolerance) adalah suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan
formal. Kadang-kadang toleransi timbul secara tidak sadar dan tanpa
direncanakan sebelumnya.
g) Stalemate adalah suatu bentuk akomodasi, di mana pihak-pihak yang
bertentangan, karena mempunyai kekuatan seimbang, berhenti pada suatu
titik tertentu dalam melakukan pertentangannya.
h) Ajudikasi (adjudication) adalah penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan atau melalui jalur hukum.
i) Rasionalisasi adalah pemberian keterangan atau alasan yang
kedengarannya rasional untuk membenarkan tindakan-tindakan yang
sebenarnya akan dapat menimbulkan konflik.
j) Gencatan senjata (cease-fire) adalah penghentian sementara pertikaian
karena ada satu hal yang mengharuskan pertikaian atau peperangan
berhenti, misalnya pembersihan jenazah korban, adanya negosiasi
perdamaian, dan sebagainya
k) Segregation adalah upaya untuk saling memisahkan diri dan menghindar
di antara pihak-pihak yang saling bertentangan dengan tujuan untuk
mengurangi ketegangan.
l) Dispasement adalah usaha mengakhiri konflik dengan mengalihkan pada objek masing-masing.
3) Asimilasi
Asimilasi merupakan sebuah proses yang ditandai oleh adanya usaha-usaha
untuk mengurangi perbedaanperbedaan yang terdapat di antara
individu-individu atau kelompok individu.
Menurut Koentjaraningrat, proses asimilasi akan terjadi apabila berikut ini.
a) Ada kelompok-kelompok yang berbeda kebudayaannya.
b) Saling bergaul secara langsung dan intensif dalam waktu yang cukup lama.
c) Kebudayaan dari kelompok-kelompok tersebut masing-masing mengalami perubahan dan saling menyesuaikan diri.
Ada beberapa faktor yang dapat mempermudah atau mendorong terjadinya asimilasi, di antaranya adalah sebagai berikut.
a) Toleransi, keterbukaan, saling menghargai, dan menerima unsur-unsur kebudayaan lain.
b) Kesempatan yang seimbang dalam bidang ekonomi yang dapat mengurangi adanya kecemburuan sosial.
c) Sikap menghargai orang asing dengan kebudayaannya.
d) Sikap terbuka dari golongan penguasa.
e) Adanya perkawinan campur dari kelompok yang berbeda (amalgamasi).
f) Adanya musuh dari luar yang harus dihadapi bersama.
Selain itu ada pula beberapa faktor yang dapat menghambat atau memperlambat terjadinya asimilasi, yaitu sebagai berikut.
a) Perbedaan yang sangat mencolok, seperti perbedaan ras, teknologi, dan perbedaan ekonomi.
b) Kurangnya pengetahuan terhadap kebenaran kebudayaan lain yang sedang dihadapi.
c) Kecurigaan dan kecemburuan sosial terhadap kelompok lain.
d) Perasaan primordial, sehingga merasa kebudayaan sendiri lebih baik dari kebudayaan bangsa atau kelompok lainnya.
4) Akulturasi (Acculturation)
Di era globalisasi sekarang ini yang ditandai dengan pesatnya arus
informasi dan komunikasi antarnegara mengakibatkan batas antarnegara
seolah-olah menjadi tidak ada. Berbagai pengaruh dari suatu negara dapat
dengan mudah masuk ke negara lain. Selain itu berbagai kejadian atau
peristiwa yang terjadi pada suatu Negara dapat dengan cepat diketahui
oleh negara lain. Dalam hal ini kita tidak dapat menutup diri terhadap
berbagai pengaruh, terutama unsur-unsur kebudayaan yang berasal dari
negara lain. Masuknya unsur-unsur kebudayaan asing itu salah satunya
dapat menimbulkan suatu keadaan yang disebut akulturasi.
Akulturasi adalah suatu keadaan di mana unsur-unsur kebudayaan asing
yang masuk lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri
tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan sendiri. Dalam
akulturasi kita mengenal unsur-unsur kebudayaan yang mudah diterima dan
unsur-unsur kebudayaan yang sulit diterima. Unsur-unsur apa sajakah itu?
Unsur-unsur kebudayaan yang mudah diterima dalam akulturasi di antaranya adalah sebagai berikut.
a) Kebudayaan materiil, misalnya atap masjid Demak yang menggunakan model Meru seperti dalam agama Hindu.
b) Kebudayaan yang mudah disesuaikan dengan kondisi setempat, misalnya kesenian, olahraga, dan hiburan.
c) Kebudayaan yang pengaruhnya kecil, misalnya model pakaian, potongan rambut, bentuk rumah, model sepatu dan lain-lain.
d) Teknologi ekonomi yang bermanfaat dan mudah dioperasionalkan, seperti
traktor, mesin penghitung uang, komputerisasi di bidang akuntansi, dan
lain sebagainya.
Sementara itu, unsur-unsur kebudayaan yang sulit untuk diterima dalam akulturasi adalah sebagai berikut.
a) Unsur kebudayaan yang menyangkut kepercayaan, ideologi, falsafah atau religi suatu kelompok.
b) Unsur-unsur yang dipelajari pada taraf pertama proses sosialisasi.
Misalnya makanan pokok dan sopan santun kepada orang yang lebih tua.
b. Proses Disosiatif
Proses disosiatif merupakan sebuah proses yang cenderung membawa anggota
masyarakat ke arah perpecahan dan merenggangkan solidaritas di antara
anggota-anggotanya. Kita mengenal tiga bentuk proses disosiatif, yaitu
persaingan, kontravensi, dan konflik.
1) Persaingan (Competition)
Persaingan merupakan suatu proses sosial di mana individu atau kelompok
mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada masa
tertentu menjadi pusat perhatian umum, tanpa menggunakan ancaman atau
kekerasan. Persaingan harus dilaksanakan dengan berpedoman pada nilai
dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Hal-hal yang dapat menimbulkan terjadinya persaingan atau kompetisi antara lain sebagai berikut.
a) Perbedaan pendapat mengenai hal yang sangat mendasar.
b) Perselisihan paham yang mengusik harga diri dan kebanggaan masing-masing pihak yang ditonjolkan.
c) Keinginan terhadap sesuatu yang jumlahnya sangat terbatas atau menjadi pusat perhatian umum.
d) Perbedaan sistem nilai dan norma dari kelompok masyarakat.
e) Perbedaan kepentingan politik kenegaraan, baik dalam negeri maupun luar negeri.
2) Kontravensi (Contravention)
Kontravensi adalah suatu proses komunikasi antarmanusia, di mana antara
pihak yang satu dengan pihak yang lain sudah terdapat benih
ketidaksesuaian, namun di antara pihak-pihak yang terlibat itu saling
menyembunyikan sikap ketidaksesuaiannya. Namun apabila tidak saling
berhadapan, benih-benih ketidaksesuaian itu ditampakkan secara jelas
kepada pihak ketiga. Biasanya kontravensi dikatakan pula sebagai sebuah
proses sosial yang berada di antara persaingan dan konflik.
Menurut Leopold Von Wiesse dan Howard Becker, proses kontravensi itu
bertingkat-tingkat hingga semakin hebat dan hampir mendekati bentuk
persaingan dan konflik. Tahukah kamu bagaimana tingkatan kontravensi
itu?
Ada lima tingkatan kontravensi, yaitu general contravention, medial
contravention, intensive contra vention, misterious contravention, dan
tactical contravention.
a) General contravention, contohnya penolakan, keengganan, perlawanan,
tindakan menghalang-halangi, protes, gangguan-gangguan, perbuatan
kekerasan, dan mengacaukan rencana pihak lain.
b) Medial contravention, contohnya menyangkal pernyataan orang lain di
muka umum, memaki-maki orang lain, mencerca, memfitnah dengan
melemparkan beban pembuktian kepada pihak lain, dan seterusnya.
c) Intensive contravention, contohnya menghasut, menyebarkan desas-desus, mengecewakan pihak lain, dan lain sebagainya.
d) Misterious contravention, contohnya membuka rahasia pihak lain pada pihak ketiga, berkhianat, dan lainlain.
e) Tactical contravention, contohnya mengejutkan lawan, mengganggu atau membingungkan pihak lawan secara sembunyi.
Kita mengenal tiga tipe kontravensi, yaitu kontravensi antargenerasi, kontravensi antarkelompok, dan kontravensi jenis kelamin.
a) Kontravensi antargenerasi, misalnya perbedaan pendapat antara
golongan tua dengan golongan muda mengenai masuknya unsur-unsur budaya
asing.
b) Kontravensi antarkelompok, misalnya perbedaan kepentingan antara golongan mayoritas dan golongan minoritas.
c) Kontravensi jenis kelamin, misalnya perbedaan pendapat antara golongan pria dan perempuan tentang cuti hamil dan melahirkan.
3) Konflik (Conflict)
Istilah ‘konflik’ berasal dari kata Latin ‘configere’ yang berarti
saling memukul. Dalam pengertian sosiologi, konflik dapat didefinisikan
sebagai suatu proses sosial di mana dua orang atau kelompok berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan jalan menghancurkan atau membuatnya
tidak berdaya.
Menurut Robert M.Z. Lawang, konflik adalah perjuangan untuk memperoleh
hal-hal yang langka seperti nilai, status, kekuasaan, dan sebagainya, di
mana tujuan mereka yang berkonflik itu tidak hanya untuk memperoleh
keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan pesaingnya. Konflik merupakan
keadaan yang wajar dalam setiap masyarakat. Tidak ada orang atau
masyarakat yang tidak pernah mengalami konflik dalam hidupnya.
a) Sebab-Sebab Terjadinya Konflik
Hal-hal yang dapat menimbulkan terjadinya konflik antara lain sebagai berikut.
(1) Adanya perbedaan kepribadian di antara mereka yang terlibat konflik, akibat adanya perbedaan latar belakang kebudayaan.
(2) Adanya perbedaan pendirian atau perasaan antara individu yang satu dengan individu yang lain.
(3) Adanya perbedaan kepentingan individu atau kelompok di antara mereka.
(4) Adanya perubahan-perubahan sosial yang cepat dalam masyarakat karena adanya perubahan nilai atau sistem yang berlaku.
b) Akibat Konflik
Konflik dapat mengakibatkan hal yang positif maupun hal yang negatif.
Hal itu tergantung apa bentuk konflik itu dan dari mana kita
memandangnya. Secara umum konflik dapat menimbulkan akibat berikut ini.
(1) Bertambah kuatnya rasa solidaritas di antara sesama anggota
kelompok. Hal ini biasanya dicapai apabila terjadi konflik antarkelompok
dalam masyarakat.
(2) Hancur atau retaknya kesatuan kelompok. Hal ini biasanya muncul dari
konflik yang terjadi di antara anggota dalam suatu kelompok.
(3) Adanya perubahan kepribadian individu.
(4) Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia.
c) Cara Pemecahan Konflik
Selain cara-cara akomodasi yang telah kita bahas bersama di muka, masih
ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk memecahkan atau
menyelesaikan konflik, di antaranya elimination, subjugation atau
domination, majority rule, minority consent, dan integrasi.
(1) Elimination, berarti pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat
dalam konflik antara lain, dengan ucapan ‘kami mengalah’, ‘kami
mundur’, ‘kami keluar’, dan sebagainya.
(2) Subjugation atau domination, berarti orang atau pihak yang mempunyai
kekuatan terbesar dapat memaksa orang atau pihak lain untuk menaatinya,
terutama pihak yang lemah.
(3) Majority rule, berarti suara terbanyak yang ditentukan melalui
pemungutan suara atau voting yang akan menentukan keputusan tanpa
mempertimbangkan argumentasi.
(4) Minority consent, berarti ada kelompok mayoritas yang menang, namun
kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan, serta
sepakat untuk melakukan kegiatan bersama.
(5) Integrasi, berarti pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan,
dipertimbangkan, dan ditelaah kembali sampai kelompok yang saling
bertentangan mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak.
d) Bentuk-Bentuk Konflik
Di dalam kehidupan masyarakat, terdapat beberapa bentuk konflik, yaitu
konflik pribadi, politik, rasial, antarkelas sosial, dan konflik yang
bersifat internasional.
(1) Konflik pribadi adalah konflik yang terjadi di antara individu
karena masalah-masalah pribadi. Misalnya individu yang terlibat utang,
atau masalah pembagian warisan dalam keluarga.
(2) Konflik politik adalah konflik antarpartai politik karena perbedaan
ideologi, asas perjuangan, dan citacita politik. Misalnya bentrokan
antarpartai politik pada saat kampanye.
(3) Konflik rasial adalah konflik yang terjadi di antara kelompok ras
yang berbeda karena kepentingan dan kebudayaan yang saling bertabrakan.
Misalnya konflik antarsuku yang terjadi di Timika, Papua.
(4) Konflik antarkelas sosial adalah konflik yang disebabkan munculnya
perbedaan-perbedaan kepentingan, misalnya konflik antara buruh dengan
majikan.
(5) Konflik yang bersifat internasional adalah konflik yang melibatkan
beberapa kelompok negara (blok) karena perbedaan kepentingan
masing-masing. Misalnya pertikaian negara Israel dan Lebanon yang
melibatkan beberapa negara besar.
0 komentar:
Posting Komentar