Proses pengendalian sosial dalam masyarakat agar dapat berjalan dengan
lancar, efektif, dan mencapai tujuan yang diinginkan diperlukan cara.
Kita mengenal empat cara pengendalian sosial, yaitu dengan menggunakan
kekerasan, tanpa menggunakan kekerasan, formal, dan informal.
a. Pengendalian Tanpa Kekerasan (Persuasi)
Pengendalian ini biasanya dilakukan terhadap suatu masyarakat yang
relatif hidup dalam keadaan tenteram. Sebagian besar nilai dan norma
telah melembaga dan mendarah daging dalam diri warga masyarakat.
Pengendalian ini dilakukan dengan pemberian ceramah umum atau keagamaan,
pidato-pidato pada acara resmi, dan lain-lain.
b. Pengendalian dengan Kekerasan (Koersi)
Pengendalian ini dilakukan bagi masyarakat yang kurang tenteram atau
apabila cara pengendalian tanpa kekerasan tidak berhasil. Misalnya
menindak tegas para pengedar, bandar, pemakai narkoba, dan pihak-pihak
terkait dengan menjatuhi hukuman penjara.
Jenis pengendalian dengan kekerasan ini ada dua, yaitu kompulsi dan pervasi.
1) Kompulsi (compulsion)
adalah situasi yang diciptakan sedemikian rupa sehingga seseorang
terpaksa taat atau mengubah sifatnya dan menghasilkan kepatuhan yang
tidak langsung. Misalnya pemberlakuan hukuman penjara untuk
mengendalikan perbuatan mencuri.
2) Pervasi (pervasion)
adalah penanaman norma-norma yang ada secara berulang-ulang dan
terus-menerus dengan harapan bahwa hal tersebut dapat meresap ke dalam
kesadaran seseorang. Misalnya bahaya narkoba yang dapat disampaikan
secara berulang-ulang dan terusmenerus melalui media massa.
c. Pengendalian Formal
Pengendalian secara formal dapat dilakukan melalui hukuman fisik, lembaga pendidikan, dan lembaga keagamaan.
1) Hukuman Fisik
Model pengendalian ini dilakukan oleh lembaga-lembaga resmi yang diakui
oleh semua lapisan masyarakat, seperti kepolisian, sekolah, dan yang
lainnya. Misalnya menghukum siswa agar berdiri di depan kelas karena
tidak mengerjakan tugas atau PR.
2) Lembaga Pendidikan
Pengendalian sosial melalui lembaga pendidikan formal, nonformal, maupun
informal mengarahkan perilaku seseorang agar sesuai dengan norma-norma
sosial yangberlaku dalam masyarakat.
3) Lembaga Keagamaan
Setiap agama mengajarkan hal-hal yang baik kepada para penganutnya.
Ajaran tersebut terdapat dalam kitab suci masing-masing agama. Pemeluk
agama yang taat pada ajaran agamanya akan senantiasa menjadikan ajaran
itu sebagai pegangan dan pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku,
serta berusaha mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dia juga
merasa apabila tingkah lakunya melanggar dari ketentuan-ketentuan ajaran
agamanya pasti berdosa.
d. Pengendalian Informal
Pengendalian sosial secara tidak resmi (informal) dapat dilakukan melalui desas-desus, pengucilan, celaan, dan ejekan.
1) Desas-desus (gosip)
adalah berita yang menyebar secara cepat dan tidak berdasarkan fakta
(kenyataan) atau buktibukti yang kuat. Dengan beredarnya gosip
orang-orang yang telah melakukan pelanggaran akan merasa malu dan
berusaha untuk memperbaiki perilakunya.
2) Pengucilan
adalah suatu tindakan pemutusan hubungan sosial dari sekelompok orang
terhadap seorang anggota masyarakat yang telah melakukan pelanggaran
terhadap nilai dan norma yang berlaku.
3) Celaan
adalah tindakan kritik atau tuduhan terhadap suatu pandangan, sikap, dan
perilaku yang tidak sejalan (tidak sesuai) dengan pandangan, sikap, dan
perilaku anggota kelompok pada umumnya.
4) Ejekan
adalah tindakan membicarakan seseorang dengan menggunakan kata-kata
kiasan, perumpamaan, atau kata-kata yang berlebihan serta bermakna
negatif. Mungkin juga dengan menggunakan kata-kata yang artinya
berlawanan dengan yang dimaksud.
0 komentar:
Posting Komentar